Filsafat Aristoteles
Saturday, 15 July 2017
Add Comment
PEMBAHASAN
A.
Biografi Aristoteles
Aristoteles lahir di Stageira pada
semenanjung Kalkidike di Trasia(Balkan) pada tahun 384 SM. Dan meninggal di Kalkis
pada tahun 322 SM. Ia mencapai umur 63 tahun. Ayahnya yang bernama Machaon
adalah seorang dokter istana pada raja
Macedonia Amyntas II. Dari kecil ia mendapat asuhan dari bapaknya sendiri . Ia
mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Karena itu perhatiannya banyak
tertumpah kepada ilmu-ilmu alam, terutama ilmu Biologi. Sampai berumur 18 tahun
pendidikannya dipimpin oleh ayahnya. Pada saat
Aristoteles berkelana ke asia kecil. Ia menikah dangan Pyhtias, keponakan
perempuan penguasa Atarneus. Namun pernikahannya tidak berlangsung lama,
kemudian Aristoteles menikah lagi dengan Herpyllis, dan dikaruniai seorang anak
laki-laki yang diberi nama Nichomacus.
Tatkala ayahnya meninggal, ia pergi
ke Atena dan belajar pada Plato di akademinya. 20 tahun lamanya Aristoteles
menjadi murid Plato dan bergaul dengan dia. Ia rajin membaca dan mengumpulkan
buku-buku. Dirumahnya disusunnya suatu Bibliotik . Itulah bibliotik yang
pertama yang terdapat di Atena. Plato mempunyai penghargaan yang besar terhadap
muridnya dan rumah dia itu diberinya nama julukan “Rumah Pembaca”.
Di sebelah belajar filosofi dan
lainnya pada Plato, Aristoteles memperluas pengetahuannya dalam berbagai
jurusan di luar akademia. Pelajaran matematik yang diperolehnya di akademia,
diperdalamnya pada guru-guru astronomi yang terkenal, yaitu Eudoxos dan
Kalippos. Sampai pada retorika di pelajarinya. Ada cerita yang mengatakan,
bahwa ahli-ahli pidato yang tersohor diwaktu itu, Isokrates dan Demosthenes,
besar pengaruhnya atas Aristoteles. Demostenhes seumur benar dengan dia. Lahir
dan meninggal pada tahun yang sama. Dengan menuntut pelajaran selama itu dan
seluas itu, Aristoteles memperoleh pengetahuan yang Universal. Kecerdasannya
yang luar biasa, yang menjadi pembawaan dirinya memudahkan ia menguasai sampai
mendalam hampir segala ilmu yang diketahui pada masanya.
Didikan yang di perolehnya di waktu
kecilnya, di mana dia mempelajari teknik membedah dari ayahnya, mempengaruhi
pandangan ilmiah dan pandangan filosofinya. Pengalaman bukanlah pengetahuan
yang berupa banyangan belaka bagi dia. Bukan gammbaran saja dari pada idea,
seperti yang diajarkan oleh Plato. Ia mengakui, bahwa hakikat daripada
sesuatunya tidak terletak pada keadaan bendanya, melainkan pada pengertian
adanya, pada idea. Tetapi idea itu tidak terlepas sama sekali dari keadaan yang
nyata. Selagi murid yang masih belajar pada Plato, Aristoteles telah melahirkan
kritik yang tajam atas ajaran idea Plato(gurunya). Ia hormat dan cinta pada
gurunya. katanya, tetapi ia merasa wajib”memberi kehormatan pada kebenaran”
Plato dan Aristoteles tidak saja berselisih umur hampir setengah abad, tetapi
dalam pikiran juga berbeda. Selagi belajar ia sudah menjadi tantangan,
antipodos, daripada gurunya. Tetapi selain dari bertentangan, dengan Plato dan
Aristoteles juga lengkap -melengkapi.
Plato mempelajari adanya sebagai
suatu keseluruhannya, dan yang dipelajarinya ialah dunia yang tidak kelihatan,
Dunia idea. Aristoteles membagi adanya itu dalam berbagai lingkungan seperti
fisika, biologi, etik, dan politik dan psikologi. Dan adanya yang dipelajarinya
dalam lingkungan itu ialah kenyataan-kenyataan yang kelihatan. Caranya bekerja
pada tiap-tiap biang penyelidikannya ialah mengamati-mengamati kenyataan yang
kelihatan dan menyusul persangkut-pautannya. Memang, pada permulaannya ia juga
mengikuti tradisi Plato, tetapi selama 25 tahun yang terakhir dari pada
hidupnya ia melakukan caranya sendiri yang karakteristik dan berlainan itu.
Setelah Plato meninggal Aristoteles
meninggalkan Atena bersama dengan Xenokrates, kawannya belajar di akademia.
Waktu itu ia mencapai usia 38 tahun. Setelah 20 tahun duduk belajar di Atena ia
ingin berkeliling dunia untuk meluaskan pandangannya. Xenokrate ikut serta,
karena sebagai murid Plato yang setia ia mengira bahwa dialah yang akan
menggantikan gurunya sebagai pemimpin akademia. Tetapi pimpinan itu jatuh ke
tangan Speusippos, kemenakan Plato, yang dalam pengetahuan jauh kurang dari
dia.
Aristoteles dan Xenokrates berangkat
ke sebuah kota kecil di pantai Asia Minor, kota Atarneus, yang dikuasai oleh
Hemenias, bekas murid Plato akademia. Hermeias mengundang mereka ke sana.
Datang mereka di situ disambut dengan gembira. Sebagai penghargaan kepada
Aristoteles, Hermeias kemudian menikahkan dia dengan anaknya saudaranya yang perempuan,
bernama Pythias. Tetapi kedua filosofi itu tidak lama tinggal Atarneus , hanya3
tahun saja. Kota itu direbut oleh tentara kerajaan Persia, Hermeias
ditangkapnya, dibawa ke ibu kota Persia dan sampai di sana dibunuh. Aristoteles
dapat melarikan diri dengan istrinya ke daerah sekitar dan karena itu terhindar
dari bahaya maut.Di tempat ia menyingkir itu ia menerima undangan dari raja
Macedonia Philippos supaya datang ke ibu kotanya untuk mendidik anaknya
Alexandros, yang baru berumur 13 tahun. Alexandros itu ialah yang terkenal
kemudian dengan nama salinan Arab”Iskandar Zulkarnain”.
Aristoteles menerima undangan itu. Kira-kira 7 tahun lamanya ia
menjadi guru Alexandros. Ia pandai mendidik. Lama sekali muridnya itu menyimpan
dalam hatinya kenanganan yang baik terhadap gurunya. Setelah selesai pendidikan
Alexandros, ia pergi kekota tempat lahirnya, Stageira, dan diam di situ
beberapa tahun lamanya. Dalam suasana tenang ia sekarang dapat menyudahkan
buku-buku yang sudah dimulainya mengarang waktu ia masih murid pada Akademia.
Pemandangan dan pengalaman yang diperolehnya dalam perjalanan berkeliling
selama itu memperluas pandangannya.
Setelah Alexandros menjadi raja
Macedonia dan mengerahkan tentaranya pergi berperang ke jurusan timur untuk
menaklukan Persia dan negeri-negeri lain, kembalilah Aristoteles ke Atena.
Waktu itu ia sudah berumur 50 tahun. Atena yang didapatinya sudah berlainan
dari Atena yang ditinggalkannya 12 tahun yang lalu. Dahulu Atena kota merdeka,
negara kota. Sekarang bagian dari negeri Grik yang jauh lebih luas, di bawah
kekuasaan kerajaan macedonia. Tidak lama sesudah ia sampai di sana,
didirikannya suatu lingkungan sekolah dengan nama Lykeion. Cara ia mengajar
berlainan dari Sokrates dan Plato. Yang kedua ini memakai sistim dialog. Aristoteles
memberi kuliah. Yang diteruskannya dari Plato ialah mengajar sambil
berjalan-jalan.
Aristoteles memberikan dua macam
pelajaran. Pelajaran yang diberikannya pada pagi hari bersifat bersifat ilmiah
dan teruntuk bagi suatu lingkungan kecil yang tujuannya benar-benar neuntut
ilmu. Pelajaran yang diberikannya pada malam hari teruntuk bagi umum. Di situ
tidak saja filosofi diajarkannya, melainkan juga retorika dengan latihan bicara
sekali.
Dua belas tahun lamanya Aristoteles
mengajar di Atena. Selain mengajar ia juga banyak menulis. Sebagian besar dari
pada buah pikirannya yang tertuliskan dituliskannya dala masa itu. Sebab itu
dalam segala tulisannya itu terdapat dasar pandangan yang sama . berlainan
dengan tulisan-tulisan Plato, yang meggambarkan buah pikiran yang berkembang
dalam masa setengan abad.
Selama dua belas tahun lamanya
mengajar itu Aristoteles mendapat bantuan dan perlindungan dari Alexandros yang
besar. Dan iapun bersahabat baik dengan wakil pemerintah Macedonia di Atena
yang bernama Antipatros,. Setelah pecah berita bahwa, Alexandros
sekonyong-konyong tewas dala peperangan, maka timbullah gerakan anti-Macedonia
di Atena. Permusuhan terhadap orang-orang Macedonia tertuju juga pada
Aristoteles. Sebagai alasan disebut bahwa, ia menghina dewa-dewa kepercayaan
rakyat. Dikatan bahwa ia memuja-muja sahabatnya Hermeias yang sudah meninggal,
yang ditonjolkan-tonjolkannya sebagai contoh dari budi. Tuduhan itu
dibuat-buat, tetapi mudah mencapai tujuannya.
Aristoteles teringat akan nasib
sokrates. Untuk menghindari nasib yang serupa diambilnya keputusan untuk
meinggalkan Atena. Sebelum berangkat ditulisnya surat kepada Antipatros, bahwa
ia akan pergi, karena ia tidak mau memberi alasan kepada rakyat Atena untuk
kedua kalinya berdosa kepada filosofi.
Aristotes bertolak ke Kalkis, suatu
tempat yang terletak di pulau Eubua. Disana ia mempunyai sebuah rumah yang
terpelihara baik dengan pekarangannya serta tanah yang cukup luas yang
dikerjakan oleh budak-budaknya. Di tempat itu ia ingin beristirahat pada hari
tuanya, sambil menuliskan buah pikirannya. Tetapi belum lagi setahun disitu ia
jatuh sakit. Penyakit perut yang membawa ia maut. Pada tahun 332 s.M.
Aristoteles mengembuskan napasnya yang penghabisan dalam usia 63 tahun. Di
antara buah tangan yang terkumpul kemudian banyak terdapat yang masih berupa
catatan kuliah. Jika sekiranya lebih panjang umurnya catatan kuliah. Jika
sekiranya lebih panjang umurnya, tentu semuanya itu dapat disiapkannya menjadi
buku-buku yang besar nilainya, yang ditinggalkannya untuk angkatan kemudian.
Sungguhpun niat yang kemudian ini
tidak tercapai, pikiran Aristoteles menguasai masa sesudahya sampai ribu tahun
lamanya.
B.
PANDANGAN
ARISTOTELES
Aristoteles sependapat dengan
gurunya Plato, bahwa tujuan yang terakhir dari filosofi ialah pengatahuan tentang adanya dan umum.
Juga dia mempunyai keyakinan, bahwa
kebenaran sebenarnya hanya dapat di capai dengan jalan pengertian. Bagaimana
memikirkan adanya itu? Menurut Aristoteles adanya itu tidak dapat diketahui
dari materi, benda, belaka. Tidak pula dari pikiran semata-mata tentang umum,
seperti pendapat Plato. Adanya itu terletak dalam barang-barang satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang
umum.
Pandangannya lebih realis dari
pandangan Plato, yang selalu didasarkan pada abstrak. Ini akibat dari
didikannya di waktu kecil, yang menghadapkannya senantiasa kepada bukti dan
kenyataan. Ia terlebih dahulu memandang kepada yang konkrit, yang nyata. Ia bermula
dengan mengumpulkan fakta-fakta. Fakta-fakta itu disusunnya menurut ragamnya
dan jenisnya atau sifatnya dalam suatu sistim. Kemudian ditinjaunya
persangkut-pautan satu sama lain. Ia ingin menyelidiki sebab-sebab yang bekerja
dalam keadaan yang nyata dan mencari keterangannya. Pendapat ahli-ahli filosofi
yang terdahulu dari diperhatikannya dengan kritis dan diperbandingkannya. Dan
barulah dikemukannya pendapatnya sendiri dengan alasan pertimbangnnya. Caranya
bekerja itu sudah serupa dan mendahului cara kerja ilmiah zaman sekarang. Sebab
itu tidak mengherankan, kalau Aristoteles menjelajah lebih dahulu medan
ilmu-ilmu spesial. Baru sesudah itu ia meningkat ke bidang filosofi, umtuk
memperoleh kesimpulan tentang umum . Tiap-tiap buku yang dikarangnya mengupas
suatu lingkungan masalah saja. Masing-masing masalah atau kumpulan masalah
ditinjaunya terpisah. Begitulah ia menulis uraian-uraian tersendiri tentang
logika, fisika, biologi, metafisika, etik dan politik serta lainnya. Menurut
pendapat masa itu seluruh ilmu itu dipandang filosof. Jadinya, filosofi
Aristoteles adalah kumpulan dari segala ilmu pengetahuan yang diketahuinya,
yang diuraikannya satu per satu.
Tetapi sistim yang dibangunnya belum
lagi selesai, belum sudah waktu ia meninggal. Karena itu tidak terang,
bagaimana hubungan cabang-cabang filosofinya itu di dalam sistimnya? Ini hanya
dapat di tangkap dari ucapan-ucapan yang sepintas lalu. Pada dasarnya, katanya,
tiap-tiap buah pikiran adalah praktika atau poitika atau teorika. Praktika
apabila ia bersangkutan dengan sikap manusia; poitika, apabila ia bersangkutan
dengan bangunan teknik atau perbuatan seni; teoretika, jika ia menyelidiki
adanya yang nyata. Pembagian seperti itu didapati misalnya dalam sekolah yang
dibangun Aristoteles.
Menurut pembagian itu filosofi teoretika sebagai fisika mengupas yang
berubah-ubah yang tidak terpisah, sebagai matematik mengupas yang tidak
berubah-ubah yang tidak terpisah, sebagai metafisika atau teologi mengupas yang
tidak berubah-ubah yang tidak berubah-ubah yang dapat dipisah. Filosofi
praktika sebagai etik, ekonomi dan politik mengupas masalh sikap orang-orang
yang semestinya di dalam keluarga dan negara. Filosofi politika maunya menjadi
palajaran tentang pembangunan teknik dan seni. Termasuk juga di dalamnya pelajaran
tentang olitik retorika.
1.
KONSEP LOGIKA
Aristoteles terkenal sebagai “Bapak”
logika. Itu tidak berarti, bahwa sebelum dia tidak ada logika. Tiap uraian
ilmiah berdasarkan logika. Logika tidak lain dari berpikir secara teratur
menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan sebab dan akibat. Segala
orang ilmiah dan ahli filosofi sebeum Aristoteles mempergunakan logika
sebaik-baiknya. Pada dasarnya berpikir tak lain dan tak pernah dari pada
mempertalikan isi pikiran dalam hubungan yang tepat. Tetapi Aristoteles-lah
yang pertama kali membentangkan cara berpikir yang teratur itu dalam sistim.
Hukum –hukum apa yang menguasai jalan pikiran? Bagaimana mencapai pengetahuan
tentang kebenaran? Dengan mengupas masalah Aristoteles menjadi pembangun ilmu logika. Logika nama yang diberikan
kemudian dia sendiri memberikan nama analytica kepada pendapatnya itu.
Inti-sari daripada ajaran loginya ialah syllogismos. Disalin ke dalam bahasa
Indonesia boleh disebut silogistik. Atau dapat pula dipakai kata nattijah, berasal dari bahsa Arab.
Silogistik maksud uraian berkunci, yaitu menarik kesimpulan dari kenyataan yang
umum atas hal yang khusus, yang tersendiri. Jadinya mencapai kebenaran tentang
suatu hal yang menarik kesimpulan dari kebenaran yang umum. Suatu misal dari
logistik itu ialah:
°
Semua
orang bakal mati.
°
Sokrates
adalah seorang orang.
°
Sokrates
bakal mati.
Pertimbangan ini, yang berdasarkan
kenyataan umum,mencapai kunci keterangan terhadap suatu hal,yang tidak dapat
disangkal kebenarannya.
Aristoteles merasa bangga dengan
pendapatnya itu. Dan filosof besar Immanuel Kant mengatakan 21 abad kemudian
,bahwa sejak Aristoteles logika tidak maju selangkah pun dan tidak pula dapat
mundur. Sebabnya ialah karena logika adalah hukum berpikir secara teratur, suatu
ilmu yang murni apriori, yang bangunannya tidak bergantung kepada pengalaman
yang berlungguk dari generasi seperti ilmu lainnya. Sifat logis sama dengan
matematik.
Aristoteles membedakan pengetahuan
ilmiah dan pengertian tentang kebenaran daripada pengetahuan biasa, yaitu
pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman. Dari pengalaman diperoleh
bukti-bukti. Tetapi dengan pengalaman saja persangkut-pautan yang lebih dalam
tidak dapat diduga. Pengetahuan yang sebenarnya berdasar pada pembentukan pendapat umum dan pemakaian pengetahuan yang
diperoleh atas hal khusus. Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan tersndiri,
melainkan jalan untuk mengetahui keadaan konkrit, yang menurut Aristoteles tujuan ilmu yang sebenarnya.
Pengalaman hanya menyatakan kepada kita apa
yang terjadi. Pengertian umum menerangkan apa
sebab itu terjadi. Pengertian ilmiah
mencari yang umumnya, sebab itu diseledikinya sebab-sebab dan dasar-dasar dari
segala yanng ada. Memperoleh pengertian, yaitu menarik kesimpulan atas suatu
hal yang individual, yang tersendiri dari yang umum dapat dipelajari dan
diajarkan caranya kepada orang lain. Tidak demikian pengalaman.
Suatu pendapat, suti pertimbangan, mungkin
benar atau salah. Hanya dengan pertimbangan tercapai pengetahuan ilmiah.
Pertimbangan menunjukkan perhubungan atau pemisahan dua pengertian. Artinya,
tiap pertimbangan menyebutkan,bahwa suatu sifat ada pada suatu barang atau
tidak. Misalnya air itu panas atau air itu tidak dingin. Yang pertama disebut
pernyataan yang positif; yang kedua pernyataan yang negatif. Tiap-tiap
pertimbangan menyatakan suatu pendapat. Dan pendapat itu, apabila benar,
bertepatan dengan keadaan yang nyata. Aristoteles membagi logika dalam tiga
bagian, yaitu mempertimbangkan, menarik kesimpulan dan membuktikan atau
menerangkan. Pengertian tentang adanya itu dibaginya dalam 10 macam, yang
disebutnya kategori. Kategori yang itu adalah:
1. Substansi (diri), misalnya : manusia, rumah.
2. Kwantita (jumlah), misalnya : satu dua tiga.
3. Kwalita (sifat), misalnya : putih pandai tinggi.
4. Relasi (hubungan), misalnya : A anak B
5. Volume (tempat), misalnya : di toko di
rumah
6. Tempos (waktu), misalnya : kemarin sekarang nanti
besok
7. Situasi (sikap), misalnya : duduk berdiri lari jalan
8. Status (keadaan), misalnya : guru pengasuh lurah
9. Aksi (tindakan), misalnya : membaca menulis membuat
10. Passiva (penderita), misalnya : tepotong tergilas
Dari
semuanya ini subtansi-lah yang kebih pokok. Yang lain itu penyebut atau
penetukan. Di atas kategori yang sepuluh itu orang mula-mula menyusun tata
bahasa.
Menurut
Aristoteles, suatu pertimbangan benar, apabila isi pertimbangan itu sepada
danga keadaan yang nyata. Atau pada pertimbangan yang negatif, apabila
pemisahan pada isi pernyataan yang sama dengan pemisahan pada keadaan yang
nyata. Pernyataan yang tidak benar iaah apabila perhubungan atau pemisahan pengertian dalam isi
pernyataan tidak sama dengan keadaan yang objektif.
Dari
uraian ini ternyata, bahwa Aristoteles berpegang kepada Sokrates yang
mengatakan, bahwa buah pikiran yang dikeluarkan itu adalah gambaran dari
keadaan yang objektif.
Menarik
kesimpulan atas yang satu dari yang lain dapat dilakukan dengan dua jalan.
Pertama, dengan jalan silogistik, seperti diterangkan tadi. Jalan ini disebut
juga apodiktik atau, lebih terkenal sekarang, dedukasi. Jalan yang kedua jalan epagogi atau lebih terkenal dengan
nama induksi. Induksi bekerja dengan
cara menarik kesimpulan tentang yang umum dari pengetahuan yang diperoleh dalam
pengalaman tentang hal-hal yang individuil tersendiri-sendiri. Suatu misal dari
induksi ialah:
° Manusia sedikit
empedunya dan panjang umurnya.
° Kuda begitu
juga. Demikian pula keledai dan binatang lainnya yang serupa dengan itu.
° Jadinya, semua
mahkluk yang sedikit empedunya berumur panjang.
Kesimpulan
induksi yang diperoleh seperti itu lebih meyakinkan dan lebih terang bagi kita,
karena ia dicapai dari hal-hal yang diketahui dan dari pengalaman dan
penlihatan. Tetapi keterangan ilmiah yang tepat didapat dengan jalan
silogistik, dari dasar-dasar pokok. Dari axioma, yaitu dalil yang harus
diterima sebagai suatu kebenaran.
Menurut
Aristoteles, realita yang objektif tidak saja tertangkap dengan pengertian,
tetapi juga bertepatan dengan dasar-dasar metafisika dan logika yang tertinggi.
Dasar itu ada tiga. Pertama, semua
yang benar harus sesuai dengan adanya
sendiri. Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan.
Ini terkenal sebagai hukum identika. Kedua, dari dua pertanyaan tentang
sesuatunya, dimana yang satu meng-ia-kan dan yang lain menindakkan, hanya satu
yang benar. Ini disebut hukum
penyangkalan (kontradikta). Inilah menurut Aristoteles yang terpenting dari
segala prinsip.Ketiga, antara dua
pernyataan yang bertentangan mengiakan dan meniadakan, tidak mungkin ada
pernyataan yang ketiga. Dasar ini
disebut hukum penyingkiran yang ketiga.
Aristoteles berpendapat, bahwa ketiga hukum itu tidak saja berlaku bagi jalan
pikiran , tetapi juga seluruh alam
takluk kepadanya. Ini menunjukkan, bahwa dalam hal membanding dan menarik
kesimpulan ia mengutamakan yang umum.
Dalam
keterangan selanjutnya Aristoteles mengatakan, bahwa”yang lebih dahulu” dan
lebih mudah tertangkap dalam pikiran kita ialah hal-hal yang konkrit, yang
dapat dilihat dan dialami. Kemudian yang terkurang sekali umum sifatnya dari
segala pengertian yang tersusun bartangga naik dari yang terkurang sampai yang
umum sama sekali. Yang terkurang umumnya lebih dekat kepada kemungkinan
menangapnya degan pancaindera. Misalnya kuda hitam yang langsing kurang umum
sifatnya dari”kuda” saja. Orang buta dan tuli lebih mudah tergambat dalam kalbu
kita daripada ”orang”belaka.
Tetapi
yang dipandang “lebih dahulu” pada hakekatnya tidak lebih dahulu, melainkan
datang kemudian, menurun dari umum. Yang sebenarnya lebih dahulu, tetapi juga
kurang mudah menangapnya dalam pikiran, ialah dasar yang pokok, yaitu semua pengertian yang paling terdekat pada
akar-akar adanya.
Menurut
Aristoteles, adanya yang sebenarnya ilah yang
umum dan pengetahuan tentang itu ialah pengertian. Dalam hal ini masih
tetap pengikut Plato. Yang ditentangnya dalam ajaran gurunya ialah perpisahan
yang absolut anatara yang umum dan yang khusus, antara Idea dan gambarannya,
antara pengertian dan pemandangan, antara ada dan menjadi. Plato menempatkan yang
umum yang diketahui dengan pengertian dan yang khusus yang diketahui dengan
pengalaman dalam dua dunia yang terpisah sama sekali. Aristoteles menghilangkan
kembali perpisahan yang dibuat itu dalam pengertian tentang keadaan.
Pengertiannya tentang idea berlainan dari pendapat Plato. Idea menurut paham
Plato abstrak sama sekali. Menurut paham Aristoteles lebih konkrit. Perbedaan
pendapat ternyata perbedaan istilah. Idea
pada Plato, eidos pada Aristoteles .
aristoteles mencoba mencari hubungan antara eidos dengan kenyataan yang lahir,
sehingga pengetahuan pengertian dapat memberikan keterangan tentang hal-hal
yang dialami.
Sebab
itu- kata Aristoteles – tugas logika yang terutama ialah mengakui hubungan yang
tepat anatara yang umum dan khusus. Itu pula sebabnya,maka dasar-dasar berpikir
dengan pengertian yang berasal dari Sokrates menjadi pusat logika Aristoteles.
Keterangan ilmiah berarti menunjukkan dasar-dasar bagi berlakunya uraian, dan
ini hanya didapat pada yang umum. Yang khusus ditentukan oleh umum. Itulah yang
dikehendaki oleh Sokrates,katanya.
Yang
umum, idea, adalah sebagai adanya yang sebenarnya, sebab dari segala kejadian. Dari itu dan sebab itu kita dapat
mengerti dan menerangkan , bagaimana datangnya hal-hal yang khusus dan
kelihatan itu dari yang umum yang diketahui dengan pengertian. Adalah pula
tugas ilmu untuk menyatakan, bahwa menurut logika pendapat yang khusus (dari
pengalaman) tidak boleh tidak datang dari pengetahuan pengertian yang umum.
Menurut
Aristoteles Logika yang diciptakannya itu bukan bagian daripada filosofinya.
Logika dikemukakannya sebagai didikan propedeutika, pelajaran pendahuluan ,
pada “filosofinya yang pertama”.
2. KONSEP PENGETAHUAN
Filsafat tentang logika diatas menjadi dasar filsafat
pengetahuan. Selain berjasa dalam membangun logika, Aristoteles juga berjasa
dalam usahanya untuk menggambarkan tahapan-tahapan kemajuan pengetahuan
manusia. Menurutnya, pengetahuan dimulai dengan tahapan inderawi yang selalu
partikular. Tahapan pengetahuan selanjutnya adalah abstraksi menuju pengetahuan
akal budi yangbercirikan universal.
Dalam hal ini, filsafat pengetahuan Aristoteles
merupakan kebalikan dari filsafat pengetahuan Plato. Dasar filsafat pegetahuan
Aristoteles bukanlah intuisi, tetapi abstraksi. Oleh karena itu, benar bila dikatakan
bahwa Aristoteles tidak selalu sepaham dengan gurunya sendiri, Plato, bahkan
mungkin bertentangan.
Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga bagian
yaitu:
a. Ilmu
pengetahuan praktis,yang meliputi etika dan politik.
b. Ilmu
pengetahuan produktif, yaitu teknik dan seni.
c. Ilmu
pengetahuan teoritis yang meliputi fisika,matematika dan filsafat.
Dalam hal ini Aristoteles tidak memasukkan logika
sebagai cabang ilmu pengetahuan, melainkan hanya suatu alat agar kita dapat
mempraktekkan ilmu pengetahuan.
3. FILOSOFI ALAM
Tulisan
Aristoteles yang terbanyak mengenai masalah alam. Ia menulis tentang langit dan
bintang-bintang, tentang gerak timbul dan enyap, tetntang jenis hewan dan
sejarahnya, tentang tumbuk-tumbuhan dan jiwa. Pengetahuannya yang lus itu, berdasarkan
pengamatan dan pengalaman, tidak saja mengagumkan orang pada masanya; malahan
mempengaruhi juga jalan pikiran ilmu alam kira-kira 18 abad lamanya.
Apa
yang disebutnya alam? Dalam pandangan Aristoteles, alam meliputi semuanya yang
berhubung degan materi dan badan-badan yang bergerak dan diam. Prubahan atau
gerakan dalam arti yang luas dapat dibagi dalam timbul dan lenyap.
Gerakan dalam arti yang terbatas merupakan perubahan tempat. Perubahan
bergantung kepada tempat dan waktu. Tempat adalah batas ke dalam
daripada badan-badan yang meliputi. Tempat yang kosong tidak ada. Luas alam
terbatas. Di luar itu tidak ada tempat lagi. Waktu adalah ukuran gerak terhadap
dahulu dan yang kemudian. Waktu tidak berhingga, tidak ada awalnya dan tidak
ada akhirnya.
Menurut
Aristoteles, alam ada untuk selama-lamanya. Ini berkelanjutan dari pendapatnya,
bahwa waktu tidak berhingga. Bagian alam yang paig sempurna dijadikan Tuhan
Penggerak Pertama ialah lanfgit, bulat bentuknya dan membawa beredar
bintang-bintang yang tersangkut padanya. Ada jiwa yang mengemudikannya jalan
bintang-bintang itu. Di bawah langit itu terdapat beberapa ligkungan yang
berputar yang ditempati oleh matahari, planit-planit dan bulan. Di
tengah-tengah alam terletak bumi kita ini, bagian alam yang terletak di tengah
tetapi yang terkurag kesempurnaannya. Bumi kita ini terbentuk dari anasir yang
empat seperti yang di kemukakan oleh Empedokles: api, udara, air dan tanah.
Anasir- anasir itu adalah pemangku sifat-sifat yang bertenga: berat dan ringan, panas dan dingin, kering
basah. Makin ke bumi makin berat, makin ke langit makin ringan.
Anasirang
empat itu termasuk ke dalam lingkungan bumi, sedangkan ruang alam yang luas itu
diisi oleh teer. Dari eter itu pulalah terjadi bintang-bintang dan lingkungan yang
mengendalikan jalannya.
Seluruh alam adalah suatu organisme yang
besar, disusun oleh Tuhan-Penggerak Pertama menjadi suatu kesatuan menurut
tujuan yang tertentu. Di sini terlihat pengaruh didikan Aristoteles selagi
kanak-kanak dan waktu mudanya. Karena pendidikan itu perhatiannya yang besar
tertuju kepada makhluk hidup, kepada ilmu biologi.
Juga
dunia kita tersusun menurut tujuan yang tertentu dengan kedudukan makhluk yang
bertingkat-tingkat. Bangsa binatang yang terendah terjadi dari lumpur dan kotoran.
Binatang-binatang yang tidak berdarah
dan tidak bertulang tingkatnya
lebih rendah dari binatang –binatang yang berdarahdan bertulang. Dalam susunan
yang bertingkat itu yang rendah mengabdi dan memberikan jasa kepada binatang,
binatang kepada manusia, kaum perempuan kepada kaum laki-laki, badan dan jiwa.
Dalam
sistim Aristoteles, ilmujiwa, psikologi, adalah bagian dari biologi. Ia
mengemukakan tiga jenis jiwa yang berurutan sifat esempurnaanya. Pertama, jiwa
tanaman yang tujuannya menghasilkan makanan dan melksanakan pertumbukan. Kedua,
jiwa hewan. Di sebelah melaksanakan pertumbuhan jiwa hewan mempunyai perasaan
dan keinginan dan mendorong hewan sanggup bergerak dalam empat. Ketiga, jiwa
manusia, yang selain dari mempunyai perasaan dan kenginan juga mempunyai akal.
Suatu
kemunduran dalam pengetahuan Aristoteles terhadap Demokritos dan Plato ialah,
bahwa menurut dia pusat kemauan manusia terletak hati, tidak di otak. Juga
dalam beberapa al dalam ilmu zoologi ia terkebelakang dari ahli-ahli filosofi
yang terdahulu dari dia. Tetapi dalam bidang lukisan dan analisa alam
pengetahuannya luar biasa. Dalam hal ini tidak ada yang dapat menandinginya.
Ada pendapatnya yang besar sekali
pengaruhnya atas perkembangan ilmu psikologi. Bentuk jiwa yang sesuai bagi manusia,
katanya, ialah roh atau pikiran. Ia membedakan dua macam roh, yaitu roh yang
bekerja dan roh yang menerima. Apabila roh yang bekerja dapat memberi isi
kepada roh yang menerima, maka lenyaplah yang kemudian ini. Roh yang bekerja
memperoleh bentuknya yang sempurna. Selain dari roh yang dua macam itu
Aristoteles mengenal juga roh yang praktis, yang mengemudikan kemauan dan
perbuatan manusia.
4. KONSEP ETIKA
Etika aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Sokrates
dan Plato. Tujuannya mencapai eudaemonie,
kebahagiaan sebagai “barang yang tertinggi” dalam penghidupan. Tetapi ia
memahamkannya secara realis dan sederhana. Ia tidak bertanya tentang budi dan
berlakunya, seperti yang dikemukakan Sokrates. Ia tidak pula menuju pengetahuan
tentang idea Kebaikan, seperti yang ditegaskan Plato. Ia menuju kepada kebaikan
yang tercapai oleh manusia sesuai dengan jenis laki-laki atau perempuan,
derajatnya, kedudukannya atau pekerjaannya. Tujuan hidup, katanya, tidaklah
mencapai kebaikan untuk kebaikan, melainkan merasai kebahagiaan. Untuk seorang
dokter kesehatanlah yang baik, bagi seorang pejuang kemenangan, bagi seorang
pengusaha kemakmuran. Yang terjadi ukuran ialah gunanya yang praktis. Tujuan
kita bukan mengetahui melainkan berbuat. Bukan untuk mengetahui apa itu budi,
melainkan supaya kita menjadi orang yang berbudi.
Bagaimana berlakunya budi itu, tergantung kepada pertimbangan manusia.
Sebab itu tugas dari pada etik ialah medidik kemauan mannusia untuk memiliki
sikap yang panttas dalam segala
perbuatan. Orang harus mempunyai pertimbangan yang sehat, tahu menguasai
diri, pandai mengadakan keseimbangan antara keinginan dan cita-cita.
Budi pikiran, seperti kebijaksanaan,
kecerdasan dan pendapat yang sehat lebih diutamak Aristoteles dari budi
perangai, seperti keberanian, kesederhanaan, pemurah hati dan lain-lainnya.
Tipa-tiap budi perangai yang baik harus duduk samaa tengah antara dua
sikap yang pling jauh tentangannya.
Misalnya berani antara pengecut dan nekat; suka memberi antara kikir dan
pemboros; rendah hati antara berjiwa budak dan sombong; hati terbuka antara
pendiam dan pengobrol. Budi itu terdapat anatara manusia karena perbuatan
mereka. Ajarann tentang jalan tengah itu menunjukkan sikap hidup yang sesuai
benar dengan pandangan filosofi Grik umumnya.
Supaya pandangan yang sehat, yaitu budi
dan tahu, mempengaruhi sikap manusia, perlulah manusia pandai menguasai diri.
Di mana orang tak menguasai diri, terdapat pertentangan antara pikiran dan
perbuatan. Manusia tidak selamanya tepat pertimbangannya, adil sikapnya.
Kadang-kadang ia berbuat yang tidak masuk akal, adakalanyatindakannya dikuasai
oleh naluri kehewanan yang bersarang di dalam tubuhnya. Sebab itu perlu sekali
manusia tahu menguasai diri. Manusia yang tahu menguasai diri, hidup
sebagaimana mestinya, tidak terombang-ambingkan oleh hawa nafsu, tidak tertarik
oleh kemewah-mewahan.
Di sebelah mengambil jalan tengah, ada
tiga hal lagi yang perlu dipenuhi untuk mencapai kebahagiaan hidup:
a) Pertama,
manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya terpelihara.
Kemiskinan menghidupkan dalam jiwa manusia fiil rendah, memaksa ia menjadi
loba. Milik membebaskan dia dari kesengsaraan dann keinginan yang meluap,
sehingga ia mnejadi orang yang berbudi.
b) Kedua,
alat yang terbaik untuk mencapai kebahagiaan ialah persahabatan. Menurut
Aristoteles persahbatn lebih penting dari keadilan. Sebab kalau orang-orang
bersahabat, dengan sendirinya keadilan timbul diantara mereka. Seorang sahabat
sama dengan satu jiwa dala du orang. Cuma persahabatan lebih mudah tercapai
antara orang yang sedikit jumlahnya dari antara orang banyak.
c) Ketiga,
keadilan. Keadilan ada dua seginya.1).pertama keadilan dalam arti pembagiaan
barang-barang yang seimbang, relatif sama menurut keadaan masing-masing.2).
kedua, keadilan dalam arti memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan. Misalnya,
perjanjian mengganti kerugian. Ini keadilan menurut hukum.
Bahagia seharusnya menimbulkan
kesenangan jiwa. Ini tercapai dengan kerja pikiran. Kerja pikiran itu tidak
mencari kesenangan dalam diri sendiri. Kesenangan jiwa itu mendorong orang
bekerja lebih giat. Karena rasa puas, tak kenal lelah dan kesanggupan
beristirahat pembawaan dari kerja pikiran, maka kebahagiaan yang
sebesar-besarnya bagi manusia terletak dalam itu.
Keadilan dan persahabatan, menurut
Aristoteles, adalah budi yang menjadi dasar hidup bersama dalam keluarga dan
negara.
5. KONSEP NEGARA
Menurut Aristoteles pelaksanaan etika
baru sempurna di dalam negara. Manusia sendiri-sendiri tidak dapat
melaksanakannya. ia perlu bantuan dari luar. Pada dasarnya manusia mempunyai
bakat moral, tetapi hanya dapat dikembangkannya dalam hubungan dengan manusia
lain. Ia melakukan itu dengan jalan perkawinan, dengan mendirikan keluarga dan
akhirnya dalam negara. Manusia adalah zoon politik, makhluk sosial. Ia tidak
dapat berdiri sendiri. Terpencil seorang diri ia hanya mungkin sebagai binatang
atau sebagai Tuhan, yang terendah atau yang tertinggi.
Hubungan manusia dengan negara adalah
sebagai bagian terhadap seluruhnya. Pada hakekatnya negara lebih dahulu dari
seorang keluarga dan orang-seorang, karena keseluruhannya lebih dahulu dari
bagian-bagiannya. Negara tujuannya mencapai keselamatan untuk semua
penduduknya,memperoleh “barang yang tertinggi” bagi mereka. Keadilan adalah
anasir negara yang esensiil, karena hukum menetukan peraturan pergaulan.
Kewajiban negara ialah mendidik rakyat berpendirian tetap, berbudi baik dan
pandai mencapai yang sebaik-baiknya.
Aristoteles sependapat dengan Plato,
bahwa tabiat manusia yang berlomba-lomba mengejar keuntungan yang jauh lebih
besar dari keperluan sehari-hari patut dicela. Ia menentang penumpukan kapital.
Malahan pekerja berdagang dianggapnya tidak pantas bagi manusia yang adab. Yang
paling dicelanya ialah perbuatan tukar-menukar dengan memungut riba. Ia
menganjurkan supaya negara mengambil tindakan yang tepat untuk mempengaruhi
penghidupan sosial, tetapi ukuran yang di pertimbangkannya ialah kepentingan
yang sama tengah. Juga di sini tergambar paham etiknya yang selalu mengambil
jalan tengah. Tidak mengherankan kalau ia menentang sekeras-kerasnya konsepsi
Plato tentang negara ideal. Itu dianggapnya bertentangan dengan pembawaan alam.
Ilmu politik tidak membentuk manusia, tetapi menerima manusia sebagaimana alam
melahirkannya. Rata-rata tabiat manusia lebih dekat kepada binatang dari kepada
Tuhan. Bagi Aristoteles, tiang masyarakat ialah kaum menengah yang berbudi
baik. Anggora kaum menengah sajalah yang patut dipandang tinggi dari saudagar
dan bankir. Malahan saudagar dan bankir dimasukannya kedalam golongan budak.
Menurut pendapat umum dalam dunia Grik di
masa itu penduduk penuh ialah orang merdeka yang hidup dari hasil hartanya yang
diusahakan oleh budak-budaknya. Pekerjaan tani dan dagang harus diserahkan
kepada budak. “Budak adalah alat pekerja yang hidup, alat pekerja adalah budak
yang tidak bernyawa”. Dalam pandangan Aristoteles- dan juga Plato- perbudakan
itu adalah catakan alam. Sebagian manusia lahir untuk menjadi tuan, sebagian
lagi menjadi budak guna menyelenggarakan pekerjaan kasar. Perbudakan hanya
dapat hilang apabila sudah terdapat alat automatik yang melakukan pekerjaan
dengan sendirinya. Dengan ucapan semacam itu Aristoteles seolah-olah
menunjukkan apa yang akan timbul dalam abad ke- 19.
Orang Grik di masa itu memandang hina
pada kerja tangan, sebab pekerjaan itu menumpulkan pikiran. Orang yang bekerja
tangan sepanjang hari tidak mempunyai waktu lagi memikirkan masalah-masalah
politik dan kepentingan umum. Sesuai dengan itu Aristoteles berpendapat bahwa
orang yang mempunyai waktu terluang saja yang boleh bersuara tentang
pemerintahan. Negara yang terbaik bentuknya tidak memberikan kedudukan warga
negara kepada orang-orang yang bekerja tangan.
Pendapat Aristoteles tentang bentuk
negara terpadu dari dua hal. Pertama sebagai kelanjutan daripada paham etiknya.
Kalau sebagai hasil daripada penyelidikannya atas 158 buah undang-undang dasar
negara-kota dalam dunia. Grik di waktu itu. Ia tidak mengemukakan suatu
cita-cita yang luar biasa seperti Plato. Ia condong kepada pendirian, bahwa
pendapat yang dianjurkan itu mesti sepadan dengan kepentingan hidup yang nyata
dimasa itu. Ia menemukakan tiga macam bentuk tata negara yaitu:
1. Monarki
atau basileia.
2. Aristokrasi,
yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang sedikit jumlahnya.
3. Politeia
atau mmenurut etik Aristoteles disebut” tomokrasi” yaitu pemerintahan
berdasarkan kekausaan seluruh rakyat. Dalam istilah sekarang
disebut”demokrasi”.
Suatu konstitusi tidak dapat
dikatakanbaik atau tidak , kalau hanya dilihat dari bentuk pemerintahnya.
Apabila orang-orang atau beberapa orang atau prang banyak yang memerintah itu
melakukan pemerintahan atas dasar mentyelenggarkan kepentingan umum, maka
bentuk pemerintah itu baik. Tetapi kalau pemerintahan itu ditujukan untuk
kepentingan mereka masing-masing yang memerintah, pemerintahan itu menyimpang
dari tujuannya. Sebab, penduduk suatu negara berhak memperoleh kabaikan dari
pemerintahan itu, apabila mereka benar-benar warga negara.
Ketiga macam sistim pemerintahan itu
dapat dibelokkannya ke jalan yang buruk. Pemerintah raja menjadi tirani, kekuasaan aristokrasi menjadi oligarki, kekuasaan politeia menjadi demokrasi atau ochlokrasi,
sewenang-wenang orang banyak.
Menurut bentuknya, monarki yang terbaik ,
sebab yang memerintah adalah seorang yang dalam didikkannya dan asuhannya lebih
dari siapapun juga, seperti Tuhan di tengah-tengah manusia. Tetapi manusia semacam itu tidak terdapat lagi.
Manusia sseperti itu hanya ada di masa yang jauh silam, sebelum masa heroisme.
Sesudah itu hanya terdapat penyelewengan yang sangat jauh menyimpang dari
bentuk yang sebenarnya. Dalam praktik mmonarki biasanya bentuk pemerintahan
yang paling buruk . pada umumnya kekuasaan yang besar dabn budi yang besar
jarang sejalan. Letaknya berjauhan. Sebab itu pada hakekatnya aristokrasilah
yang terbaik. Pemerintahan dijalankan oleh orang-orang yang sedikit jumlahnya
tetapi mempunyai pembawaan dan kecakapan. Tetapi aristokrasi tidak boleh
didasarkan atas sistim turunan. Mereka tidak mempunyai dasar ekonomi yang
tetap. Ada kemungkinan mereka digantikan oleh aristokrasi, uang. Orang -orang
kaya kembali turun- temurun ke atas kursi pemerintahan membahayakan keselamatan
negara. Jabatan diperjual-belikan. Siapa yang memberikan tawaran yang
tertinggi dapat menjabat. Apabila kecakapan
tidak lagi diutamakan, aristokrasi yang sebenarnya tidak ada lagi. Demokrasi
pada umumnya adalah tantangan terhadap plutokrasi, kaum moda. “Pemerintahan
daripada orang miskin” ada baiknya. Sungguhpun seorang-seorang jauh kurang
kecakapannya dari orang-orang yang mempunyai keahlian, sebagai keseluruhannya
rakyat memberikan pertimbangayang tidak kurang adilnya. Orang banyak tidak
mudah dihinggapi kecurangan seperti yang dapat terjadi dengan jumlah orang yang
sedikit.
Sungguhpun begitu Aristoteles memandang
demokrasi lebih rendah dari aristokrasi, sebab dalam demokrasi keahlian diganti
dengan jumlah.karena rakyat mudah tertipu, maka hak memilih lebih baik dibatasi
hingga lingkungan orang-orang cerdik- pandai saja. Kombinasi anataraaristokrasi
dan demokrasi adalah yang sebaiknya-baiknya. Juga di sini ternyata, bahwa
Aristoteles dalam segala pandangannya adalah orang tengah.
C.
KONSEPSI REALISME-METAFISIKA ARISTOTELES
1. REALISME
Berbeda dengan Plato tentang persoalan kontradiktif
antara tetap dan menjadi, Aristoteles menerima yang berubah dan menjadi, yang
bermacam-macam bentuknya, yang semuanya itu berada di dunia pengalaman sebagai
realitas yang sesungguhnya. Itulah sebabnya filsafat Aristoteles disebut
sebagai realisme.
Meskipun selama 20 tahun menjadi murid Plato,
Aristoteles menolak ajaran Plato tentang idea. Menurutnya tidak ada idea-idea
abadi. Apa yang oleh Plato dipahami sebagai idea sebenarnya tidak lain adalah
bentuk abstrak yang tertanam dalam realitas indriawi sendiri. Dari realitas
indriawi konkret akal budi manusia mengabstraksikan paham-paham abstrak yang
bersifat umum. Begitu misalnya akal budi mengabstrasikan akal “orang” atau
“manusia” dari orang-orang konkret nyata yang kita lihat, yang masing-masing
berbeda satu sama lain. Menurut Aristoteles ajaran Plato tentang idea-idea
merupakan tentang interprestasi salah terhadap kenyataan bahwa manusia dapat
membentuk konsep-konsep universal tentang hal-hal yang empiris. Untuk
menjelaskan kemampuan itu tidak perlu menerima alam idea-idea abadi,
Aristoteles menjelaskannya dengan kemampuan akal budi manusia untuk membuat
abstraksi, untuk mengangkat bentuk-bentuk universal dari relitas empiris
individual. Pendekatan Aristoteles adalah empiris, ia bertolak dari relitas
nyata indriawi. Itulah sebabnya ia lebih mementingkan penelitian di alam dan
mendukung ilmu-ilmu khusus.
Tak hanya itu Aristoteles juga menolak paham Plato
tentang idea yang baik dan bahwa hidup yang baik tercapai dengan kontemplasi
atau penyatuan dengan idea yang baik tersebut. Menurut Aristoteles paham yang
baik itu sedikitpun tidak membantu seorang pekerja untuk mngetahui bagaimana ia
harus bekerja dengan baik, atau seorang negarawan untuk mengetahui bagaimana ia
harus memimpin negaranya. Apa yang membuat kehidupan manusia bermutu harus
dicari dengan bertolak dari realitas manusia sendiri. Dalam
bahasanya, ia mengatakan bahwa setiap benda tersusun darihule dan morfe,
yang kemudian terkenal dengan teori hulemorfistik. Hule adalah
dasar permacam-macaman. Karena hule-nya maka suatu benda adalah
benda itu sendiri. Misal, si A bukan si B karena hule-nya. Sedangkan morfe adalah
dasar kesatuan, yang menjadi inti dari sesuatu. Karena morfe-nya
sesuatu itu sama dengan yang lain (satu inti), yakni termasuk kedalam jenis
yang sama. Morfe ini berbeda dengan hule. Misal si
A, si B dan si C yang berbeda-beda itu berada di dalam morfesama
yaitu sebagai manusia. Namun demikian baik hule maupun morfe adalah
kesatuan yang tak terpisahkan. Dengan hule-nya maka sesuatu itu
maujud didalam realitas, dan dengan morfe-nya sesuatu itu
mengandung arti hakiki sebagai suatu hal.
Pandangan hulemorfis-nya itu sejalan
dengan teorinya tentang aktus danpotensia-nya. Aktus
adalah dasar kesunguhan sedangkan potensia adalah dasar kemungkinan. Sesuatu
itu benar-benar ada karena aktus-nya, dan sesuatu itu mungkin (mengalami
perubahan dinamis) karena potensia-nya. Jika dipakai untuk memahami sesuatu
yang konkret, maka hule merupakan potensia-nya dan morfe adalah aktus-nya.
Segala macam perubahan dan perkembangan (permacam-macaman) ini terjadi karena
hule yang mengandung potensi dinamis, bergerak menuju ke bentuk-bentuk aktus
murni. Sedangkan aktus murni itu tidak mengandung potensi apa-apa, jadi
bersifat tetap, tidak berubah dan abadi.
Untuk mengetahui makna hakiki setiap sesuatu,
Aristoteles mengembangkan suatu teori pengetahuan dengan menempuh jalan atau
metode “abstraksi”. Menurutnya, pengetahuan itu ada dua yaitu a) pengetahuan
indra, dan b) pengetahuan budi. Pengetahuan indra bertujuan mencapai pengenalan
pada hal-hal yang konkret yang bermacam-macam dan serba berubah. Sedangkan
pengetahuan budi bertujuan mencapai pengetahuan abstrak, umum dan tetap.
Pengetahuan budi inilah yang disebutnya ilmu pengetahuan. Objek pengetahuan itu
bermacam-macam dan bersifat konkret. Oleh karena itu selalu berada dalam
perubahan-perubahan dan perbedaan-perbedaan. Objek seperti ini dikenal oleh
indra, kemudian diolah oleh budi. Budi bertugas mencari idea yang sama yang
terkandung didalam permacam-macaman itu, sebagai pengetahuan yang macamnya
hanya satu sehingga bersifat umum dan bersama-sama dengan macam-macam hal yang
konkret. Jadi idea itu ada didalam relitas konkret. Sebagai contoh, didalam
realitas konkret ada bermacam-macam manusia, didalam permacam-macaman itu
terkandung kesamaan sebagai manusia. Aristoteles menerima, baik permacam-macamn
maupun idea-idea itu dengan keduanya bersifat realistis. Sedangkan Plato
menolak permacam-macaman itu sebagai kebenaran (yang menurutnya hanya bayangan)
dan menerima dunia idea sebagai kebenaran satu-satunya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa kebaikan terletak
di tengah-tengah antara dua ujung yang paling jauh. Sebagai contoh pemberani
adalah sifat baik yang terletak diantara pengecut dan nekat, sedangkan dermawan
terletak diantara kikir dan pemboros, dan lain sebagainya. Karenanya manusia
harus pandai menguasai diri agar tidak terombanga-ambing oleh hawa nafsu.
2. METAFISIKA
Metafisika
Aristoteles berpusat pada persoalan”barang” dan “bentuk”. Dalam uraian yang
lalu sudah diterangkan, bahwa Aristoteles sependapat dengan Plato , bahwa
adanya itu ialah pengertian. Yang ditantangnya dalam ajaran gurunya ialah
perpisahan yang absolut antara idea dan kenyataan yng lahir. Sekarang timbul
pertanyaan: bagaimana caranya Aristoteles meniadakan kembali perpisahan yang
dibuat Plato itu dalam pengertian tentang keadaan yang sebenarnya? Itu
dilakukannya dengan menciptakan sepasang pengertian: barang dan bentuk.
Bentuk
dikemukakannya sebagai pengganti pengertian Idea Plato yang ditolaknya. Bentuk
ikut serta memberikan kenyataan kepada
benda. Tiap-tiap benda di dalam dunia yang lahir adalah barang yang berbentuk.
Barang atau materi dalam pengertian Aristoteles berlainan dari pendapat biasa
tentang materi. Barang ialah materi yang tidak mempunyai bangun, subtansi
belaka, yang menjadi pokok segala-galanya . bentuk ialah bangunan. Barang tidak
mempunyai sifat yang tertentu, karena tiap-tiap penentuan kwalitatif
menunjukkan bentuknya. Marmar umpamanya bukanlah benda, melainkan barang saja
untuk memperoleh bentuk yang tertentu. Dengan memperoleh bentuk, barang itu
dapat menjadi tonggak marmar , patung marmar, meja marmar, dan lainnya. Kayu,
batu, besi, tanah adalah barang; rumah bentuknya. Perak barang. Dituangkan
dalam bentuk yang tertentu ia merupakan sebatang perak, baki perak, cerana
perak dan lainnya. Dibawa pengertian sepasang itu kepada manusia, maka badan
manusia adalah barang atau materi yang berbenntuk. Segala yang ada adalah
barang sudah mempunyai bentuk. Apa yang dalam suatu hubungan berupa barang,
dalam hubungan lain bisa jadi bentuk. Misalnya, papan adalah bentuk terhadap
kayu yang belum dikerjakan. Tetapi papan itu barang terhadap rumah yang sudh
dibuat.
Barang
adalah sesuatu yang dapat mempunyai bentuk ini dann itu. Barang hanya
kemungkinan, potensia. Bentuk adalah pelaksanaan dari kemungkinan itu, aktualita. Yang umum terlaksana dalm
khusus. Jadinya ,adanya cuma terdapat di dalam benda-benda yang ada itu . dan
yang khusus hanya ada, karena yang umum terlaksana di dalamnya.
Dengan
“bentuk” pikiran seperti Aristoteles dapat memecah masalah yang pokok dalam
filosofi teoritika Grik, yaitu memikirkan adanya begitu rupa, sehingga dari
adanya dapat diterangkan proses menjadi dan
terjadi. Menjadi adalah pelaksanaan
keadaan yang sebenarnya dalam kenyataan. Dipandang dari sudut itu, segala
perubahan tak lain dari pembentukan materi, pelaksanaan sesuatunnya sudah ada
dalam kemungkinan.
Sekarang
timbulnya pertanyaan: bagaimana terjadi dari kemungkinan saja satu pelaksanaan?
Jawab Aristoteles : dari sebab yang
menggerakkan. Sebab yang mengerakkan itu ialah Tuhan. Perpisahan dari kemungkinan ke pelaksanaan terjadi tidak
dapat tidak oleh gerak. Gerak bukan dalam arti pindah
tempat, tetapi dalam arti perubahan. Pindah tempat hanya satu peristiwa khusus
dari perubahan yang umum. Seperti tampak dalam pengalaman juga gerak itu ada
yang menyebabkannya. Sebab-gerak ini ada
pula sebabnya. Demikian seterusnya ke belakang. Akhirnya sampai kita pada
sebab-gerak yang pertama yang imateriil, tidak bertubuh, tidak bergerak dan
tidak digerakkan, cerdas sendirinya. Sebab-gerak yang pertama itu ialah Tuhan,
Nus. Kepada Nus itu Aristoteles memberikan sifat yang diberikan oeh Plato
kepada Idea Kebaikan, yaitu tetap selama-lamanya, tidak berubah-ubah, terpisah
dari yang lain tetapi sebab dari segala-galanya. Nus itu disamakannya pula
dengan pikiran murni, pikir daripada pikir. Tuhan yang berbentuk pikiran itu tidak memerlukan mannusia, tidak
memerlukan benda-benda, melainkan sebaliknya dunia cinta dan teragak padanya.
Segala yang tidak sempurna, menuju yang
sempurna, segala yang menjadi terjadi untuk jadi yang ada. Dalam hal ini
pendirian Aristoteles sudah dekat kembali pada pendirian Plato.
Segala
perubahan itu ada empat sebabnya yang pokok. Pertama, barang, yang memungkinkan terjadi sesuatu atasannya dan
dengannya. Sebab itu disebut sebab-barang. Kedua,
bentuk yang terlaksana di dalam barang . ini disebut sebab-bentuk. Ketiga, sebab yang datang dari luar.
Sebab –gerak yang diuraikan tadi. Ke empat, tujuan,
yang dituju oleh perubahan dan gerak tadi. Ini sebab- tujuan.
Jika
diambil suatu perumpamaan kepada sebuah rumah, maka terdapatlah prinsip yang
empat itu seperti berikut: Barang ialah kayu, batu, besi dan bahan lainnya.
Bentuk adalah pengertian rumah. Sebab-gerak ialah tukang pembuat rumah. Tujuan
ialah rumah.
Sebab-tujuan ini adalah suatu pendirian
yang penting dalam keterangan metafisika
Aristoteles tentang alam. Hakekat dan sebab segala yang ada ialah tujuan
yang tersimpul di dalamnya. Pada Plato telah terdapat pikiran tentang tujuan,
pada Idea Kebaikan tetapi Aristoteles-lah yang dipandang sebagai pembangunan
ajaran tujuan, teologi seperti telah
di ketahui, teologi artinya tujuan yang tepat.
Sifat teleologi dalam
keterangan metafisika Aristoteles tentang alam ialah, bahwa segala yang terjadi
di alam, baik pada keseluruhannya maupun pada bagian-bagiannya, dikerahkan oleh
satu tujuan.
Tetapi teleologinya itu bermuka dua. Pada
satu pihak ia merupai kepercayaan agama. Aristoteles berpendapat, bahwa segala
yang terjadi di dunia ini adalah suatu perbuatan yang terwujud oleh Tuhan pembangunan alam, oleh
Nus, yang mengatur segala-galanya. Selain dari itu ia berpendapat pula, bahwa
alam ini tiap-tiap yang hidup di dalamnya merupakan berbagai jenis organisme
yang berkembang masing-masing menurut suatu gerak- tujuan. ‘Alam tidak berbuat
dengan tidak bertujuan”.
Dalam hal ini terdapat perbedaan yang
besar antara Aristoteles dan Demokritos. Demokritos menganggap segala kejadian
di alam itu sebagai gerak mekanisme yang tidak berjiwa, gerak hubung dan gerak
pisah menurut hukum-hukum mekanik atas atom dan lapang yang kosong. Aristoteles
memandang perubahan di alam dari potensia menjadi kualita seperti perkembangan
biji yang mengandung kemungkinan di dalamnya menjadi pohon yang hidup menurut
hukum yang tidak kelihatan.
Dengan pandangan metafisika semacam
Aristoteles meletakkan dasar prinsip
pekembangan.
DAFTAR PUSTAKA
v
Harold H,
Titus, Living in Philosophy , Jakarta : PT. Bulan Bintang, 2002
v
Muzairi, Filsafat
Umum, Yogyakarta: Teras, 2009
v
Maksum, Ali, Pengantaar
Filsafat, Yogykarta: Ar-Ruzz Media, 2008.
v Tafsir, Ahmad, Filsafat
Umum: akal dan hati sejak Thales sampai Capra.Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2012.
v Salam, Burhanudin, Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
v Abidin,
Zaenal, Pengantar Filsafat Barat. Jakarta :
Rajagrafindo Persada, 2011.
0 Response to "Filsafat Aristoteles"
Post a comment