Filsafat Modern (Rasionalisme)
Monday, 24 July 2017
Add Comment
A.
Pengertian
Pokok Rasionalisme
Secara etimologis Rasionalisme
berasal dari kata bahasa Inggris rationalism. Kata ini berakar dari kata bahasa
Latin ratio yang berarti “akal”. A.R. Lacey7 menambahkan bahwa berdasarkan akar
katanya Rasionalisme adalah sebuah pandangan yang berpegangan bahwa akal
merupakan sumber bagi pengetahuan dan pembenaran.
Rasionalisme adalah paham filsafat
yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat terpenting dalam memperoleh dan
mengetes pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu ialah
kaidah-kaidah logis atau kaidah-kaidah logika. Dalam aliran rasionalisme ada
dua macam bidang, yaitu bidang agama dan bidang filsafat. Dalam bidang agama
rasionalisme adalah lawan autoritas, dan biasanya digunakan untuk mengkritik
ajaran agama.
Sementara dalam bidang filsafat
rasionalisme adalah lawan empirisme dan terutama berguna sebagai teori
pengetahuan. Sebagai lawan empirisisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian
dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh yang paling
jelas ialah pemahaman kita tentang logika dan matematika.
Rasionalisme dipelopori oleh Rene
Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam
ilmu alam, ilmu hokum, dan ilmu kedokteran. Ia menyatakan, bahwa ilmu
pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang,
sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu metode yang umum. Beliau
berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya
pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran
dengan metode deduktif, seperti yang dicontohkan dalam ilmu pasti.
Latar belakang munculnya
rasionalisme adalah, keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran
tradisional (skolastik; skolastik adalah kata sifat yang berasal dari kata
school yang berarti sekolah. Jadi, skolastik yang berarti aliran yang berkaitan
dengan sekolah, perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat
abad pertengahan), yang pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani
hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam
pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan. Descartes
menginginkan cara yang baru dalam berpikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo sum (saya
berpikir maka saya ada). Jelasnya bertolak dari keraguan untuk mendapatkan
kepastian.
B.
Biografi
Rene Descartes
René Descartes (IPA: ʀəˈne deˈkaʀt;
lahir di La Haye, Perancis, 31 Maret 1596 – meninggal di Stockholm, Swedia, 11
Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus Cartesius dalam
literatur berbahasa Latin, merupakan seorang filsuf dan matematikawan Perancis.
Karyanya yang terpenting ialah Discours de la méthode (1637) dan Meditationes
de prima Philosophia (1641).
Rene Descartes sering disebut
sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes lahir di La Haye Touraine-Prancis
dari sebuah keluarga borjuis. Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan
memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan
menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan
uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia bersekolah
di Universitas Jesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612, yang tampaknya telah
memberikan dasar-dasar matematika modern walaupun sebenarnya pendidikan itu bidang
hukum. Pada tahun 1612, dia pergi ke Paris, namun kehidupan sosial di sana dia
anggap membosankan, dan kemudian dia mengasingkan diri ke daerah terpencil di
Prancis untuk menekuni Geometri, nama daerah terpencil itu Faubourg.
Teman-temannya menemukan dia di
tempat perasingan yang ia tinggali, maka untuk lebih menyembunyikan diri, ia
memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara Belanda (1617). Ketika
Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya tanpa gangguan
selama dua tahun. Tetapi, meletusnya Perang Tiga Puluh Tahun mendorongnya untuk
mendaftarkan diri sebagai tentara Bavaria (1619). Di Bavaria inilah selama
musim dingin 1619-1620, dia mendapatkan pengalaman yang dituangkannya ke dalam
buku Discours de la Methode (Russel, 2007:733).
Descartes, kadang dipanggil
"Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern",
adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat
modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa
mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme
kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
Pemikirannya membuat sebuah
revolusi falsafi di Eropa karena pendakatan pemikirannya bahwa semuanya tidak
ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berfikir. Ini juga
membuktikan keterbatasan manusia dalam berfikir dan mengakui sesuatu yang di
luar kemampuan pemikiran manusia. Karena itu, ia membedakan "fikiran"
dan "fisik". Pada akhirnya, kita mengakui keberadaan kita karena
adanya alam fikir.
Dalam bahasa Latin kalimat ini
adalah: cogito ergo sum sedangkan dalam bahasa Perancis adalah: Je pense donc
je suis. Keduanya artinya adalah:
"Aku berpikir maka aku
ada". (Ing: I think, therefore I am) Atau, I think, therefore I exist.
Meski paling dikenal karena
karya-karya filosofinya, dia juga telah terkenal sebagai pencipta sistem
koordinat Kartesius, yang memengaruhi perkembangan kalkulus modern.
Ia juga pernah menulis buku sekitar
tahun 1629 yang berjudul Rules for the Direction of the Mind yang memberikan
garis-garis besar metodenya. Tetapi, buku ini tidak komplet dan tampaknya ia
tidak berniat menerbitkannya. Diterbitkan untuk pertama kalinya lebih dari lima
puluh tahun sesudah Descartes tiada. Dari tahun 1630 sampai 1634, Descartes
menggunakan metodenya dalam penelitian ilmiah. Untuk mempelajari lebih mendalam
tentang anatomi dan fisiologi, dia melakukan penjajakan secara terpisah-pisah.
Dia bergumul dalam bidang-bidang yang berdiri sendiri seperti optik,
meteorologi, matematika, dan berbagai cabang ilmu lainnya.
Sedikitnya ada lima ide Descartes
yang punya pengaruh penting terhadap jalan pikiran Eropa: (a) pandangan
mekanisnya mengenai alam semesta; (b) sikapnya yang positif terhadap penjajakan
ilmiah; (c) tekanan yang, diletakkannya pada penggunaan matematika dalam ilmu
pengetahuan; (d) pembelaannya terhadap dasar awal sikap skeptis; dan (e)
penitikpusatan perhatian terhadap epistemology.
C.
Ciri-ciri
Filsafat Rene Descartes
Inti metode Descartes adalah
keraguan yang mendasar. Dia meragukan segala sesuatu yang dapat diragukan semua
pengetahuan tradisional, kesan indrawinya, dan bahkan juga kenyataan bahwa dia
mempunyai tubuh sekalipun hingga dia mencapai satu hal yang tidak dapat
diragukan, keberadaan dirinya sebagai pemikir. Oleh karena itu, dia sampai pada
pertanyaan yang terkenal Cogito ergo sum. Sehingga dalam berhubungan dengan
realita, Descartes mencoba untuk meragukan segala apa yang diterima oleh
inderanya dan dia berusaha untuk menguak realitas dengan menggunakan akalnya.
Karena menurutnya hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal yang dapat disebut sebagai pengetahuan yang ilmiah. Dan
kebenaran yang diperoleh melalui indera mempunyai tingkat kesalahan yang lebih
tinggi.
Meskipun demikian dia tidak
mengingkari pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman. Hanya saja
pengalaman dipandang sebagai sejenis
perangsang bagi pikiran. Karenanya, aliran ini yakin bahwa kebenaran dan
kesesatan terletak di dalam ide, dan bukannya di dalam barang sesuatu. Jika
kebenaran bermakna sebagai mempunyai ide yang sesuai dengan atau yang menunjuk
kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan
hanya dapat diperoleh dengan akal saja.
Kemudian Descartes menolak untuk
bergantung pada pendapat umum yang berkembang dalam masyarakat dalam
melandaskan pemikirannya. Karena itu ia menolak seluruh hal kecuali kepastian
dari pendapatnya sendiri. Sebagaimana yang diungkapkannya dalam buku Filsafat
untuk umum karya Bambang Q. Anees dan Radea Juli A. Hambali,“Andaikata Kita
membaca setiap karangan Plato dan Aristoteles, namun tanpa kepastian sendiri,
kita tidak maju satu langkah pun dalam filsafat…Pengertian historis kita lalu
ditambah, namun bukan pemahaman kita.
Dalam membangun filsafatnya
Descartes membuat pertanyaan-pertanyaan sebagai patokan dalam menentukan
kebenaran dan keluar dari keraguan yang ada. Adapun persoalan-persoalan yang
dilontarkan oleh Descartes untuk membangun filsafat baru antara lain :
a. Apakah kita bisa menggapai suatu
pengetahuan yang benar ?
b. Metode apa yang digunakan mencapai
pengetahuan pertama ?
c. Bagaimana meraih pengetahuan-pengetahuan
selanjutnya ?
d. Apa tolak ukur kebenaran pengetahuan ?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut, Descartes menawarkan metode-metode untuk menjawabnya. Yang mana
metode-metode tersebut harus dipegang untuk sampai pada pengetahuan yang benar.
Seorang filosuf harus hanya
menerima suatu pengetahuan yang terang dan jelas, mengurai suatu masalah
menjadi bagian-bagian kecil sesuai dengan apa yang ingin kita cari. Atau jika
masalah itu masih berupa pernyataan: maka pernyataan tersebut harus diurai
menjadi pernyataan-pernyataan yang sederhana. Metode yang kedua ini disebut
sebagai pola analisis. Jika kita menemukan suatu gagasan sederhana yang kita
anggap Clear and Distinct, kita harus merangkainya untuk menemukan kemungkinan
luas dari gagasan tersebut. Metode yang
ketiga ini disebut dengan pola kerja sintesa atau perangkaian. Pada metode yang
keempat dilakukan pemeriksaan kembali terhadap pengetahuan yang telah
diperoleh, agar dapat dibuktikan secara pasti bahwa pengetahuan tersebut adalah
pengetahuan yang Clear and Distinct yang benar-benar tak memuat satu keraguan
pun. Metode yang keempat ini disebut dengan verifikasi.
Jadi dengan keempat metode tersebut
Descartes mengungkap kebenaran dan membangun filsafatnya untuk keluar dari
keraguan bersyarat yang diperoleh dari pengalaman inderawinya.
D.
Sebab Awal
Timbulnya Pemikiran Rene Descartes
Descartes merupakan orang pertama
yang memiliki kapasitas filosofis yang sangat dipengaruhi oleh fisika baru dan
astronomi. Ia banyak menguasai filsafat Scholastic, namun ia tidak menerima
dasar-dasar filfasat Scholastic yang dibangun oleh para pendahulunya. Ia
berupaya keras untuk mengkonstruksi bangunan baru filsafat. Hal ini merupakan
terobosan baru semenjak zaman Aristoteles dan hal ini merupakan sebuah
neo-self-confidence yang dihasilkan dari kemajuan ilmu pengetahuan. Dia
berhasrat untuk menemukan “sebuah ilmu yang sama sekali baru pada masyarakat yang
akan memecahkan semua pertanyaan tentang kuantitas secara umum, apakah bersifat
kontinim atau terputus.”
Visi Descartes telah menumbuhkan
keyakinan yang kuat pada dirinya tentang kepastian pengetahuan ilmiah, dan
tugas dalam kehidupannya adalah membedakan kebenaran dan kesalahan dalam semua
bidang pelajaran. Karena menurutnya “semua ilmu merupakan pengetahuan yang
pasti dan jelas.
Pada dasarnya, visi dan filsafat
Descartes banyak dipengaruhi oleh ilmu alam dan matematika yang berasas pada
kepastian dan kejelasan perbedaan antara yang benar dan salah. Sehingga dia
menerima suatu kebenaran sebagai suatu hal yang pasti dan jelas atau disebut
Descartes sebagai kebenaran yang Clear and Distinct.
Dalam usahanya untuk mencapai
kebenaran dasar tersebut Descartes menggunakan metode “Deduksi”, yaitu dia
mededuksikan prinsip-prinsip kebenaran yang diperolehnya kepada prinsip-prinsip
yang sudah ada sebelumnya yang berasal dari definisi dasar yang jelas.
Sebagaimana yang ditulis oleh Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins dalam
buku sejarah filsafat,“kunci bagi deduksi keseluruhan Descartes akan berupa
aksioma tertentu yang akan berfungsi sebagai sebuah premis dan berada diluar
keraguan. Dan aksioma ini merupakan klaimnya yang terkenal Cogito ergo sum “Aku
berpikir maka aku ada”.
E.
Pola Pikir
Rasionalisme
Rasionalisme atau gerakan
rasionalis adalah doktrin filsafat yang menyatakan bahwa kebenaran haruslah
ditentukan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta,
daripada melalui iman, dogma, atau ajaran agama. Rasionalisme mempunyai
kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam
hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus
sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun
begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut: Humanisme dipusatkan pada
masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa
manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada
rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang
antroposentrik. Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya
Tuhan atau dewa-dewi; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apa pun mengenai
adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan
iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak
seluruh rasionalis adalah atheis.
Di luar konteks religius,
rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, umpamanya kepada
masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang
menjadi ciri-ciri penting dari perspektif para rasionalis adalah penolakan
terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.
Pada pertengahan abad ke-20, ada
tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh
para pemikir bebas dan kaum intelektual. Rasionalisme modern hanya mempunyai
sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René
Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme
modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal
yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.
F.
Implikasi
Aliran Rasionalisme Terhadap Dunia Pendidikan
Seperti kita ketahui bahwa Logika
adalah kaidah-kaidah berfikir. Subyeknya akal-akal rasional. Obyeknya adalah
proposisi bahasa. Proposisi bahasa yang mencerminkan realitas, apakah itu
realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir
dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir
ini adalah mustahil (tidak mungkin). Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan
atau “angan-angan” yang mungkin (all possible intelligebles).
Contohnya, sesuatu apapun pasti
sama dengan dirinya sendiri, dan tidak sama dengan yang bukan dirinya. Prinsip
berfikir ini telah tertanam secara niscaya sejak manusia lahir. Tertanam secara
kodrati dan spontan. Dan selalu hadir kapan saja fikiran digunakan. Dan ini
harus selalu diterima kapan saja realitas apapun dipahami. Bahkan, lebih jauh,
prinsip ini sesungguhnya adalah satu dari watak niscaya seluruh yang maujud
(the very property of being). Tidak mengakui prinsip ini, yang biasa disebut
dengan prinsip non-kontradiksi, akan menghancurkan seluruh kebenaran dalam alam
bahasa maupun dalam semua alam lain. Tidak menerimanya berarti meruntuhkan
seluruh arsitektur bangunan agama, filsafat, sains dan teknologi, dan seluruh
pengetahuan manusia.
Rasionalisme mencapai puncaknya
melalui Rene Descartes yang terkenal dengan adagiumnya: Cogito ergo sum (Aku
berpikir, maka aku ada). Ia beranggapan bahwa pengetahuan dihasilkan oleh
indra. Tetapi karena indra itu tidak dapat meyakinkan, bahkan mungkin pula
menyesatkan, maka indra tidak dapat diandalkan. Yang paling bisa diandalkan
adalah diri sendiri. Dengan demikian, inti rasionalisme adalah bahwa
pengetahuan yang dapat diandalkan bukan berasal dari pengalaman, melainkan dari
pikiran.
C.Daftar Pustaka
Aliranfilsafat Rasionalisme, https://mdsutriani.wordpress.com/2012/06/23/aliran-filsafat-rasionalisme/
Blaise Pascal,
https://id.wikipedia.org/wiki/Blaise_Pascal#Riwayat_Hidup
Leni Anggraini, Makalah filsafat modern,
Achmadi Asmoro, 2010, Filsafat Ilmu, PT Raja Grafind
Persada, Jakarta.
Meilani Kasim, Aliran Rasinalisme“Descartes”,
http://meilanikasim. wordpress. com, 20 Juni 2011
0 Response to "Filsafat Modern (Rasionalisme)"
Post a comment