Kesehatan dan Rahasia Bank
Monday, 17 September 2018
Add Comment
A.
Kesehatan
Bank
Kesehatan suatu bank dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan
secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dengan
cara-cara yang sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Pengertian
tentang kesehatan bank diatas merupakan
suatu batasan yang sangat luas karena kesehatan bank mencakup kesehatan suatu
bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankannya. Kegiatan tersebut
meliputi :
a)
Kempuan
menghimpun dana dari masyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri;
b)
Kemampuan
mengelolah dana;
c)
Kemampuan
menyalurkan dana ke masyarakat;
d)
Kemampuan
untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat, karyawan, pemilik modal dan pihak
lain.
e)
Pemenuhan
peraturan perbankan yang berlaku.
Dengan semakin meningkatnya konpleksitas
dan usaha dan profil risiko, bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang
mungkin timbul dari operasional bank. Bagi perbankan, hasil akhir penelitian
kondisi bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam
menetapkan strategi usaha pada waktu yang akan datang, sedangkan bagi Bank
Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penerapan dan implementasi
strategi pengawasan bank oleh Bank Indonesia. Tingkat kesehatan bank merupakan
hasil penelitian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap
kondisi atau kinerja suatu bank melalui
penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas,
dan sensitivitas terdapat risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor
tersebut dilakukan melalui penelitian kuantitatif dan atau kualitatif setelah
mempertimbangkan unsur judgement yang
didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian
serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industei perbankan dan
perekonomian nasional.
Aturan Kesehatan
Bank
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7
Tahun 1992 tentang perbankan, pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Bank
Indonesia. Undang-undang tersebut lebih lanjut menetapkan hal-hal berikut:
a.
Bank
wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, solvabilitas, dan aspek
lain yang berhubungan dengan usaha bank,
dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
b.
Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank
dan kepentungan nasabah yang memercayakan dananya pada bank.
c.
Bank
wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan
mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan Bank Indonesia.
d.
Bank
atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan
buku-buku dan berkas-berkas yang ada padanya serta wajib memberikan bantuan
yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan,
dokumen, dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan.
e.
Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun
setiap waktu apabila diperlukan. Bank Indonesia dapat menugaskan akuntan publik
untuk dan atas nama Bank Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank.
f.
Bank
wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca, perhitungan laba rugi tahunan
dan penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia. Neraca dan perhitungan laba-rugi tahunan
tersebut wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik.
g.
Bank
wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi dalam waktu dan bentuk yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Menyadari arti pentingnya kesehatan
suatu bank bagi pembentukan kepercayaan dalam dunia perbankan serta untuk
melaksanakan prinsip kehati-hatian (prudential
banking) dalam dunia perbankan, maka Bank Indonesia merasa perlu untuk
menerapkan peraturan tentang kesehatan bank. Dengan adanya aturan tentang
kesehatan bank ini, perbankan diharapkan selalu dalam kondisi sehat sehingga
tidak akan merugikan masyarakat yang berhubungan dengan perbankan. Bank yang
beroperasi dan berhubungan dengan masyarakat diharapkan hanya bank yang
betul-betul sehat. Aturan tetang kesehatan bank yang diterapkan oleh Bank
Indonesia mencakup dalam berbagai aspek dalam kegiatan bank, mulai dari
penghimpunan dana sampai dengan penggunaan dan penyaluran dana.
Sesuai Surat Edaran Bank Indonesia Nomor
6/23/DPNP 31 Mei 2004 kepada semua bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional perihal sistem penilaian tingkat kesehatan bank umum dan
peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang sistem
penilain tingkat kesehatan bank umum, bank wajib melalukan tingkat kesehatan
bank secara triwulanan untuk posisi pada maret,juni,september,dan Desember.
Apabila diperlukan Bank Indonesia meminta hasil penilaian tingkat kesehatan tersebut
secara berkala atau sewaktu-waktu untuk posisi penilaian tersebut terutama
untuk menguji ketepatan dan kecukupan dan analisis bank. Penilaian tingkat
kesehatan bank yang dimaksud diselesaikan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
setelah posisi penilaian atau dalam jangka waktu yang itetapkan oleh pengawas
bank yang terkait.
Penilaian tingkat kesehatan bank yang
mencakup penilaian terhadap faktor-faktor CAMELS yang tersiri atas :
a.
Permodalan
Penilaian
pendekatan kuanitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen meliputi:
·
Kecukupan
pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM);
·
Komposisi
permodalan;
·
Tren
ke depan/proyeksi KPMM;
·
Aset
produktif yang di klasifikasikan dibandingkan modal bank;
·
Kemampuan
bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba
ditahan);
·
Rencana
permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha;
·
Akses
terhadap sumber permodalan; dan
·
Kinerja
keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan.
b.
Kualitas aset (asset quality)
Penilaian
pendekatan kualitatif dan kuantitatif faktor kualitas aset antara lain
dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-kmponen meliputi:
·
Aset
produktif yang diklasifikasikan dibandingkan total aset yang diproduktif;
·
Debitur
inti kredit diluar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit;
·
Perkembangan
aset produktif bermasalah (nonperforming
asset) dibandingkan aset produktif;
·
Tingkat
kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aset produktif (PPAP);
·
Kecukupan
kebijakan dan prosedur aset produktif;
·
Sistem
kaji ulang (review) interval terhadap
aset produktif;
·
Dokumentasi
aset produktif;
·
Kinerja
penanganan aset produktif bermasalah.
c.
Manajemen
Penilaian
terhadap faktor manajemen antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap
komponen-komponen meliputi:
·
Manajemen
umum;
·
Penerapan
sistem manajemen risiko;
·
Kepatuhan
bank terhadap ketentuan yang berlaku serta komitmen kepada Bank Indonesia dan
atau pihak lainnya.
d.
Rentabilitas (earnings)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor rentabilitas antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponen-komponen meliputi:
·
Imbal
hasil atas aset (return on assets-ROA);
·
Imbal
aset atas ekuitas (return on equity-ROE);
·
Margin
bunga bersih (net interest margin-NIM);
·
Biaya
operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO);
·
Pertumbuhan
laba operasional;
·
Komposisi
portofolio aset produktif dan diversivikasi pendapatan;
·
Penerapan
prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya; dan
·
Prospek
laba operasional.
e.
Likuiditas (liquidity)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor likuiditas antara lain dilakukan
melalui penilaian terhadap komponon-komponen meliputi:
·
Aset
liquid kurang dari 1 bulan dibandingkan liabilitas likuid kurang dari 1 bulan;
·
1-month maturity mismatch ratio;
·
Rasio
pinjaman terhadap dana pihak ketiga (loan
to deposit ratio – LDR);
·
Proyeksi
alur 3 bulan mendatang;
·
Kebergantunga
pada dana antarbank dan deposan inti;
·
Kebijakan
dan pengelolaan likuiditas (assets and
liabilities management-ALMA);
·
Kemampuan
bank untuk memperoleh akses kepada pasar uang, pasar modal, atau sumber-sumber
pedanaan lainnya; dan
·
Stabilitas
dana pihak ketiga (DPK)
f.
Sensitivitas terhadap risiko pasar
(sensitivity to market risk)
Penilaian
pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap resiko pasar
antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen meliputi:
·
Modal
atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fluktuasi suku bunga dibandingkan
dengan potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi ( adverse movenement) suku bunga;
·
Modal
atau cadangan yang dibentuk untuk mengatasi fruktuasi nilai tukar dibandingkan
dengan potensi kerugian sebagai akiat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; dan
·
Kecukupan
penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Tahapan yang dilakukan dalam proses
penilaian tingkat kesehatan bank menggunakan kertas kerja yang sudah di
tentukan. Secara umum tahapan itu adalah sebagai berikut.
a.
Menerapkan
formula dan indikator pendukung dalam rangka penilaian seiap komponen yang
tertuang dalam Matriks Perhitunga/Analisis Komponen setiap faktor.
b.
Berdasarkan
formula dan indikator tersebut, dilakukan proses analisis untuk menetapkan
peringkat setiap komponen dengan berpedoman pada Matriks Kriteria Penetapan
Peringkat Komponen. Dalam proses ini juga dilakukan analisis terhadap berbagai
indikator pendukung dan atau perbandingan yang relevan.
c.
Selanjutnya
dilakukan proses yang untuk menetapkan peringkat setiap faktor penilaian dengan
berpedoan kepada Matriks Kriteria Penerapan Peringkat Faktor. Proses penetapan
peringkat setiap faktor penilaian dilakukan setelah mempertimbankan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas
dan signifikansi dari setiap komponen.
d.
Berdasarkan
hasil penetapan peringkat setiap faktor penilaian, dilakukan proses analisis
untuk menetapkan perinngkat komposist bank dengan berpedoman kepada Matriks
Kriteria Penetapan Peringkat Komposit. Proses penetapan peringkat komposit bank
dilaksanakan setelah mempertimbangkan unsur judgement
yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari setiap faktor.
Bank indonesia dapat meminta direksi,
komisaris, dan atau pemegang saham untuk menyampaikan rencana tindakan (action plan) yang memuat langkah-langkah
perbaikan dengan target waktu selama periode tertentu yang wajib dilaksanakan
oleh bank apabila hasil penilaian tingkat
kesehatan bank menunjukkan bahwa
satu atau lebih faktor penilaian memiliki peringkat 4 9empat) dan atau
peringkat 5 (lima). Action plan tersebut
antara lain meliputi:
a.
Penambahan
modal (fresh money) dari pemegang
saham bank dan atau pihak lainnya apabila bank mengalami permaslahan faktor
permodalan seperti kecenderungan menurunnya KPMM sehingga diperkirakan akan
dibawah ketentuan yang berlaku.
b.
Penangan
kredit bermasalah secara intensif dan efektif apabila bank mengalami
permasalahan faktor kualitas aset seperti menigkatnya jumlah kredit bermasalah
sehingga diperkirakan berpengaruh secara signifikan kepada faktor lain.
c.
Peningkatan
fungsi audit internal, penyempurnaan pemisahan tugas, dan peningkatan efektivitas
tindakan korektif berdasarkan temuan audit apabila bank mengalami permasalahan
manajemen seperti lemahnya penerapan pengendalian internal (interval control).
d.
Peningkatan
efisiensi bank apabila bank mengalami permasalahan rentabilitas sehingga perolehan
laba menurun dan memengaruhi faktor lain secara signifikan.
e.
Peningkatan
akses kepada pasar uang, pasar modal, dan atau sumbar-sumber pendanaan lainnya
apabila bank mengalami permasalahan likuiditas seperti menurunnya kecukupan
likuiditas (liquidity shortage)
sehingga diperkirakan akan memengaruhi arus kas jangka pendek.
f.
Penambahan
modal (fresh money) dari pemegang
saham ban dan atau pihak lainnya atau penataan kembali portofolio bank apabila
bank mengalami permasalahan sensitivitas terhadap risiko pasar seperti
meningkatnya eksposur risiko suku bunga pada portofolio bank (interest rate rist in banking book) dan
kemampuan modal untuk menyerap potensi kerugian tersebut cenderung menurun.
Bank Indonesia secara berkal atau
sewaktu-waktu memantau hasil perbaikan berdasarkan pada laporan pelaksanaan action plan yang disampaikan oleh bank. Apabila diperlukan
melakukan pemeriksaan khusus terhadap hasil perbaikan yang telah dilakukan oleh
bank untuk memastikan kebenaran laporan yang disampaikan oleh bank tersebut.
Pelanggaran Aturan Kesehatan Bank
Apabila
terdapat penyimpangan terhadap aturan tentang kesehatan bank, Bank Indonesia
dapat mengambil tindakan-tindakan tertentu dengan tujuan dasar agar bank yang
bersangkutan menjadi sehat dan tidak membahayakan kinerja perbankan secara
umum. Berdasarkan pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dalam hal suatu bank
mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan agar:
a.
Pemegang
saham menambah modal;
b.
Pemegang
saham mengganti dewan komisaris dan atau direksi bank;
c.
Bank
menghapusbukukan kredit dan pembiayaan berdasarkan pada prinsip syariah yang
macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d.
Bank
melakukan marger atau konsolidasi dengan bank lain;
e.
Bank
dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f.
Bank
menyerahkan permodalan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain;
g.
Bank
menjual atau sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bank kepada bank
atau pihak lain.
Apabila tindakan sebagaimana dimaksud
diatas belum cukup untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi bank, dan atau
menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem perbankan,
maka Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang memerintahkan
direksi bank untuk segera menyalenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham guna
membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi. Apabila direksi bank
tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham, maka Pimpinan Bank Indonesia
meminta kepada pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran
badan hukum bank tersebut, penunjukan likuidasi, dan perintah pelaksanna
likuiditas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apabila penurunan panilaian Bank
Indonesia terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian nasional,
atas permintaan Bank indonesia, pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republk Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat
sementara dalam rangka penyehatan perbankan. Badan khusus tersebut melakukan
program penyahatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diseerahkan oleh
Bnkan Indonesia kepada badan dimaksud. Dalam melaksanaksan program penyehatan
terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana dimaksud diatas mempunyai wewenang
yaitu:
a.
Mengambil-alih
dan menjalankan segala hak dan wewenag pemegang saham termasuk hak dan wewenang
Rapat Umum Permegang Saham;
b.
Mengambil
alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang direksi dan komisaris bank;
c.
Menguasai,
mengelola, dan melakukan tindakan kepemilikan atad kekayaan milik atau yang
menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak manapun, baik
didalam maupun di luar negeri;
d.
Maninjau
ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontak yang mengikat bank
dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus yang merugikan
bank;
e.
Menjual atau mengalihkan kekayaan bank,
direksi, komisaris, dan pemegang saham tertentu, di alam negeri ataupun di luar negeri, baik
secara langsung maupun melalui penawaran umum;
f.
Menjual
atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengeloalaannnya kepada
pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan nasabah debitur;
g.
Mengalihkan
mengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
h.
Melakukan
penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
mengonversian tegihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
i.
Melakukan
penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan surat paksa;
j.
Melakukan
pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi hak bank yang
dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan alat negara
penegak hukum yang berwenang;
k.
Melakukan
penelitian dan pemeriksaan, untuk memperolwh segala keterangan yang diperlukan
dari yang mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun yang
terlibat atau patut diduga terliabat atau mengetahui kegiatan yang merugikan
bank dalam program penyahatan tersebut;
l.
Menghitung
dan enetapkan kerugian yang dialami bank dalam perogram penyehatan dan
membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan dan bila mana
keruguan tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian direksi, komisaris,
dan atau pemegang saham maka kerugian tesebut akan dibebankan kepada yang
bersangkutan;
m.
Menetapka
jmlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang oleh saham bank dalam
program penyehatan bank;
n.
Melakukan
tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang sebagai mana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan m
Atas permintaan badan khusus, bank dalam
program penyehatan dan pihak-pihak yang berkaitan wajib memberikan segala
keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi
pemeriksaan buku-buku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan
yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan
yang diperoleh bank dimaksud. Badan khusus tersebut wajib menyampaikan laporan
kegiatan kepada Menteri Keuangan. Apabila menurut penilaian, badan khusus telah
menyelesaikan tugasnya, pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus
tersebut. Ketentuan yang diperluan bagi pelaksaan pasal ini, diatur lebih
lanjut, dengan Peraturan Pemerintah. Disamping tindakan-tindakan tersebut, bank
yang melanggar aturan kesehatan bank dapat dikenakan sanksi administratif dan sanksi
sesuai ketentuan yang berlaku.
B.
Rahasia
Bank
Tujuan Penerapan
Dasar dari kegiatan perbankan adalah kepercayaan.
Tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat terhadap perbankan dan juga sebaliknya
maka kegiatan perbankan tidak akan dapat berjalan dengan baik. Salah satu
faktor yang dapat memengaruhi kadar kepercayaan masyarakat kepada bank adalah
terjamin atau tidaknya rahasia nasabah yang ada di bank. Data nasabah yang berada
di bank, baik data keuangan maupun non keuangan, sering kali merupakan suatu
data yang tidak ingin diketahui oleh orang atau pihak lain. Jumlah kekayaan
yang tersimpan di bank bagi nasabah tertentu merupakan merupakan suatu yang
perlu dirahasiakan oleh orang lain. Biodata nasabah tertentu merupakan data
yang harus di rahasiakan. Sebagian nasabah juga sangat menginginkan agar
pinjamannya dari bank tidak diketahui oleh orang lain. Bila kerahasian data
nasabah tidak dapat di jamin oelh bank, maka nasabah akan merasa enggan untuk
berhubungan dengan bank. Dalam usaha mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu
dari nasabah yang berada di bank dicantumkan dalam undang-undang perbankan.
Dasar Hukum
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam Bab I Pasal 1 Butir 16 dan
Bab VII Pasal 40, 41, 42, 43, 44, 45 dan Bab VIII Pasal 47. Aturan mengenai
rahasia bank ini kemudia diubah seperti tercantum dalam Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan atas Undang-undang Nomorr 7 Tahun 1992. Rahasia
bank yang dimaksud dalam Undang-undang No.10/1998 tersebut sangat berbeda
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Dalam Undang-undang Nomor 7/1992 yang
dimaksud dengan rahasia bank adalah :
Segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan.
Definisi tersebut merupakan suatu batasan yang
sangat luas dan cenderung kurang jelas mengenai rahasia bank. Pembatasan
didasarkan pada istilah ‘menurut kelaziman dunia perbankan’ sehingga batasan
sangat bergantung pada interpretasi dari istulah ‘’kelaziman’. Interpretasi
satu orang sangat mungkin tidak sama dengan orang lain. Secara umum batasan
tersebut juga dapat di artikan bahwa rahasia bank mencakup data milik nasabah
deposan maupun nasabah debitur.
Perkembangan dunia perbankan sejak ketetapannya
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sampai dengan tahun 1998 menunjukkan bahwa
bank sering kali mengalami kesuliatan untuk menyelesaikan kredit bermasalah
karena terbentur aturan tentang rahasia bank. Berdasarkan pada pertimbangan
tersebut dan untuk memberikan batasan yang jelas terhadap rahasia bank, maka
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengubah pengertian bank dalam pasal I Butir
1 menjadi sebagai berikut.
Segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan
simpanannya.
Undang-Undang in membatasi rahasia bank hanya pada
data nasabah deposan atau penyimpanan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam
konsekuensi. Pertama, perubahan
tersebut menyebabkan peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan
debiturnya, karena data nasabah peminjam dana tidak termasuk dalam pengertian
rahasia bank. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan
kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan
ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitur untuk memperoleh
bantuan dana pinjaman dari bank karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam
pengertian rahasia bank. Disamping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat
satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk
rahasia bank atau bukan. Nasabah debitur biasanya juga sekaligus sebagai
sebagai nasabah penyimpan dana, sehungga penentuan suatu data nasabah tergolong
data nasabah pinjaman atau nasabah peminjam merupakan suatu yang tidak mudah.
Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan
Pasal Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1998 namun penjelasan tersebut tetap kurang
secara jelas menyelesaikan permesalahan tersebut. Penjelasan Pasal 40 tersebut
adalah sebagai berikut.
Apabila
nasabah bank adalah nasabah penyimpan yang sekaligus juga sebagai nasabah
debitur, bank wajib tetap merahasiakan keterangan tentang nasabah dalam
kedudukannya sebagai nasabah penyimpan. Keterangan mengenai nasabah selain
sebagai nasabah penyimpan, bukan merupakan ketentuan yang wajib dirahasiakan
bank.
Secara lebih terperinci Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengatur rahasia bank sebagai berikut.
a.
Rahasia
bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah
penyimpan dan simpanannya.
b.
Bank
wajib merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
c.
Ketentuan
tersebut berlaku pula bagi pihak terafiliasi.
d.
Pihak
terefaliasi adalah:
1)
Anggota
dewan komisaris, pengewas, direksi, atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;
2)
Anggota
pengurus, pengawas, pengelolah, atau kuasanya, pejabat, atau karyawn bank,
khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai peraturan
perundang-undang yang berlaku;
3)
Pihak
yang memberikan jasanyakepada bank, antara lain, akuntan publik, penilai,
konsultan hukum, dan konsultan hukum, dan konsultan lainnya;
4)
Pihak
yang menurut penilaian BI turut memengaruhi pengelolaan bank, antara lain,
pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga
direksi, keluarga pengurus.
Pengecualian
terhadap Rahasia Bank
Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan
undang-undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi.
Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi:
a.
Kepentingan perpajakan
Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengena
keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu terhadap pejabat pajak. Perintah
tertulis tersebut harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib
pajak yang dikehendaki keterangannya, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta.
b.
Penyelesaian piutang bank yang
diserahkan ke BUPLN dan PUPN
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara
untuk memperoleh keterangn dari bank mengenai simpanan nasabah debitur, dan
pihak bank wajib memberikan keterangan yang diminta. Izin sebagaimana dimaksud
diatas diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan
Urusan Piutang Negara. Permintaan tertulis tersebut diatas harus menyebutkan
nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan
Piutang Negara, nama nasabah debitur yang bersangkutan, dan alasan
diperlukannya keterangan.
c.
Kepentingan peradilan dalam perkara pidana
Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada
polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai
simpanan tersangka atau terdakwa pada bank, dan pihak bank wajib memberikan
keterangan yang diminta. Izin sebagai mana dimaksud di atas diberikan secara tertulis
atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa A
gung, Ketua Mahkamah Agung. Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan
selambat-lambatnya 14 (empat belas ) hari setelah dokumen permintaan diterima
secara lengkap. Permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa serta alasan
diperlukannya keterangan yang diperlukan. Salah satu contoh penerapannya adalah
pada kasus tindak pidana pencucian uang yang diatur dengan Undang-undang Nomor
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencuian Uang sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003.
d.
Perkara perdata antara bank dengan
nasabahnya
direksi bank yang bersangkutan dapat
menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang
bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara
tersebut. Dalam situasi ini bank dapat menginformasikan keadaan keuangan
nasabah yang dalam perkara serta keterangan yang berkaitan dengan perkara
tersebut, tanpa izin dari Pimpinan Bank Indonesia.
e.
Tukar-menukar informasi antar bank
Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan
nasabahnya kepada bank lain. Tukar-menukar informasi antarbank dimaksudkan
untuk memperlancar dan mengamankan kegiatan usaha bank, antar lain guna
mencegah kredit rangkap serta mengetahui keadaan dan status dari suatu bank
yang lain. Dengan demikian, bank dapat menilai tingkat risiko yang dihadapi,
sebelum melakukan suatu transaksi dengan nasabah atau dengan bank lain. Dalam
ketentuan yang akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bnak Indonesia antara lain
diatur mengenai tata cara penyampaian dan permintaan informasi serta bentuk dan
jenis informasi tersebut dapat dipertukarkan, seperti indikator secara garis
besar dari kredit yang diterima nasabah, agunan, dan masuknya debitur yang
bersangkutan dalam daftar kredit macet. Ketentuan mengenai tukar-menukar
informasi tersebut diatur lebih lanjut oleh Bank Indoensia.
f.
Atas permintaan, persetujuan, atau
kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis
Bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan
nasabah penyimpanpada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh
nasabah penyimpan tersebut atas dasar permintaan, persetujuan, atau kuasa dari
nasabah penyimoan yang dibuat secara tertulis.
g.
Dalam hal nasabah penyimpan telah
meninggal dunia
Apabila nasabah penyimpan telah meninggal dunia,
maka ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan yang bersangkutan berhak
memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah penyimpan tersebut.
h.
Pengecualian bagi Badan Pemerintah
Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
Pengecualian bagi BPK dan Bapepam ini tidak diatur
secara khusus dalam Pasal-pasal Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Peerbankan, tetapi hanya disebutkan dalam bagian penjelasan. Pada penjelasan
pasal 31 Unsang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 paragraf kedua menyebutkan bahwa “terhadap keuangan negara yang dikelolah
oleh suatu bank, Badan Pemeriksa Keuangan dapat melakukan pemeriksaan pada bank
yang bersangkutan”. Pernyataan tersebut diatur lebih lanjut dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 tentang BPK dalam pasal 4, yaitu “sehubungan dengan penunaian tugasnya Bank
Pemeriksa Keuangan berwenang meminta keterangan yang wajib diberkan kepada
setiao orang, badan/instansi Pemerintah atau badan swasta, sepanjang tiak
bertentangan dengan undang-undang”.
Penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 paragraf ketiga menyatakan secara tidak langsung pengecualian bagi
Bapepam, yaitu “bagi bank yang melakukan
kegiatan sebagai lembaga penunjang pasar modal, misalnya bank selaku kustodia
dan atau Wali Alamat, tunduk pada ketentuan perundang-undangan dibidang pasar
modal”. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dalam pasal
101 ayat 4 menyebutkan bahwa “dalam
rangka pelaksanaan penyidikan tingkat pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam
mengajukan permohonan izin kepada Menteri untuk memperoleh keterangan dari bank
tentang keadaan keuangan tersangka pada bank sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
Dari pejabat tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak
ada ketentuan dalam Undang-Undang Perbankan yang mewajibkan bank untuk
memberikan keterangan kepada BPK dan Bepepam, namun disisi lain terdapat
peraturan perundang-undangan yang meberikan wewenang bagi kedua belah pihak
tersebut untuk mendapatkan keterangan mengenai nasabah bank.
i.
Perkara pidana korupsi yang
ditanganioleh Komisi Pemberantasan Korupsi
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisis Pemberantasan Tingkat Korupsi, menentukan bahwa dalam melaksanakan
tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dalam memeriksa tindak pidana
korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berwenang antara lain meninta
keterangan kepala bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan
tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa. Dalam undang-undang tersebut
tidak memberikan ketentuan perlu atau tidaknya KPK memperoleh izin dari
Pimpinan Bank Indonesia terlebih dahulu, sebelum meminta keterangan kepada bank
tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa dalam
perkara tindak pidana korupsi. Untuk menghilangkan keragu-raguan dikalangan perbankan
mengenai kejelasan hal tersebut, maka Bank Indonesia memnta keterangan hukum
kepada Ketua Mahkamah Agung (MA) mengenai surat dengan No. 6/q/GBI/DHk/Rahasia
perihal pertimbangan hukum atas pelaksannan kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi terkait dengan ketentuan rahasia bank. Surat tersebut telah memperoleh
jawaban dari Ketua MA melalui surat No. KMA/694/RHS/XII/2004 tanggal 3 Desember
2004. Surat pertimbangan yang ditandatangani oleh Bagir Manan selaku ketua MA
tersebut menyatakan, pasal 12 Undang-Undang KPK merupakan ketentuan khusus (lex specialis). “bahwa pasal 12 Undang-Undang nomor 30 tahun 2002 tersebut merupakan
ketentuan khusus (lex specialis) yang memberikan kewenangan kepada KPK dalam
melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penentuan. Sebagai ‘lex
specialis’, ketentuan pasal 12 dapat mengesampingkan ketentuan-ketentuan dalam
undangundang yang bersifat umum,” demikian tertulis dalam pertimbangan
hukum MA tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Budisantoso, Totok dan Nuritomo. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Saleba Empat.
0 Response to "Kesehatan dan Rahasia Bank"
Post a comment