Sejarah dan Perkembangan Manajemen Zakat
Sunday, 26 May 2019
Add Comment
2.1 MANAJEMEN ZAKAT PADA MASA KEHIDUPAN RASULULLAH
Ada
bukti yang menunjukkan bahwa pemerintahmemiliki peran penting dalam pengumpulan
dan pendistribusian zakat selama kehidupan Nabi saw di Madinah. Sejak awal pada
tahun kedua hijriah, Nabi Muhammad saw. dalam kapasitasnya sebagai kepala
negara, menunjuk petugas zakat yang bertanggung jawab atas iuran dan penerimaan
aktual orang-orang mampu,mengidentifikasi orang yang layak menerima bantuan
zakat dan menilaikebutuhan mereka, mencaribarang objek zakatzakat dan melaporan
dari semua kegiatan penilaian untuk pemerintah Madinah.
Santika Aziz, dkk (2012)melaporkan bahwa menurut Yusuf
Qardhawi, Nabi saw. telah merekomendasikanlebih dari dua puluh lima nama
sahabat untuk menjadi petugas zakat pada berbagai daerah di semenanjung Arab.
Pada saat itu, Nabi 241saw. memberikan instruksi tertulis untuk para perwira
mengenai ketentuan semua hal yang berkaitan dengan zakat, seperti nisab, besar
zakat dan jenis barang objek zakat. Nabi saw. juga menunjuk akuntan dan
pengawasserta mengeluarkan instruksi umumtentang bagaimana masyarakat harus
menerima dan memperlakukan petugas zakat.
Beberapa
bukti lain yang menunjukkan bahwa Nabi saw. mengarahkan petugas zakat untuk mendistribusikan semua zakat yang dikumpulkan sebelum
mereka kembali dari tempat mereka bertugas dan hanya membawa sebagian yang mereka tidak bisa distribusikan. Bukti bukti itu adalah petunjuk yang diberikan Mu’az sewaktu ditugaskan ke Yaman, bahw ia harus mengumpulkan zakat dari orang kaya dan mendistribusikana
kepada orang miskin tanpa mengirimkannya ke ibukota. Ada juga laporan menyatakan bahwa
Nabi saw.menginstruksikan kepada petugas zakatuntuk mendistribusikan semua
penerimaan zakat dan kembali dengan tangan kosong.
Berdasarkan
bukti-bukti tersebut, dapat dirumuskan bahwa fitur-fitur manajemen zakat pada
masa kehidupan Nabi saw.adalah sbb:
1.
Nabi Muhammad saw. sekaligus sebagai Kepala
NegaradanPemerintahan menangani langsung tugas pelaksanaan zakat. Beliau
bertanggung jawab untuk menunjuk kolektor dan distributor sekaligus
mengeluarkan instruski dan peraturan yang diperlukan untuk menjamin sebuah
penanganan zakat yang tepat.
2.
Dana zakat merupakan entitas yang terpisah daridana
pemerintah dan pendapatan non-zakat.Catatan zakat secara terpisah dalam
pembukuan dari pendapatan-pendapatan nonzakat yang biasanya disusun oleh
karyawan. Tidak 242 diizinkan
percampuran dan azakat dengan dana non-zakat, seperti tanggal pengumpulan dan pendistribusian atau pencairan dana
zakat. Dana zakat tidak boleh digunakan untuk tujuan non-zakat, sebagaimana
dalam riwayatal-Hasan, cucu Nabi saw. ketika dia mencatatkan secara khusus satu
tanggal zakat dan Nabi saw. menyetujuinya.
3.
Pengumpulan dan pendistribusian zakat berkarakter
lokal. Zakat yang dikumpulkan di suatu daerah, didistribusikan di daerah yang
bersangkutan atau tidak dibawa ke pusat.
4.
Penaksiran besaran jumlah zakat yang jatuh tempo, pada
umumnya diserahkan kepada pembayarzakat atau diberlakukan zakat amnesty,
meskipun ada riwayat yang menyatakan bahwa penaksiran kadang-kadang dilakukan
oleh petugas; dengan catatan petugas itu termasuk orang yang dapat bersikap
adil dan lunak atau ringan dalam penaksiran.
5.
Masyarakat diberitahu tentang tugas petugas zakat dan
sikap yang benar terhadap pemimpinnya. Para wajib zakat diperintahkan untuk
memenuhi semua ketentuan yang benar dari petugas zakat, sekaligus menolak
pembayaran yang lebih dari jumlah yang jatuh tempo.
6.
Pegawai pemerintah mengumpulkan zakat jatuhtempopada
ternak dan pertanian, tetapi tidak pada hasilperdagangan, emas, perak, uang dan
perhiasan.g.Tugas penaksiran danpengumpulan zakat telah ditunjuk orang-orang
tertentu yang sekaligus bertugasmenentukan besar kebutuhan mustahik,
distributor dan kasir zakat. Ketika ada jeda -waktu antara pengumpulan dan
pendistribusian -, petugas yang satu dapat melimpahkan kepada petugas yang lain.
2.2 MANAJEMEN ZAKAT PADA MASA KHULAFAH RASYIDIN
Perluasan wilayah negara Islam dan penaklukan dua
kerajaan tua di Timur Tengah selama periodeKhulafa Rasyidin mendatangkan
kekayaan yang cukup besar dalam negeri dan pengurangan kontrol langsung dari
pemerintah pusat. Kedua faktor tersebut mengisyaratkanupaya pelembagaan sistem
pemeriksaan dan audit. Khalifah kedua, Umar bin Khaththab telah memperkenalkan
sistem pencatatan yang komprehensif, yang disebutal-dawawin untuk seluruh
negara.
Umarmemperkenalkan 3(tiga)langkah penting18 (delapan
belas) pengelolaan zakat, sbb:
Pertama, Umar memperkenalkan al-dawawinsebagai catatan
untuk berbagai tujuan. Ada catatan penerimaan negara dan distribusi kharaj
danfa’i, meskipun tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Umar membuat catatan penerimazakat,
tetapi kemungkinan dia memesan seperti mencatat -terutama-saatia digunakan
untuk mendistribusikan jumlah yang berbeda bagipenerima sesuai dengan kebutuhan
mereka, keluarga dan lain-lain serta audit rekening tentaranya.
Kedua, sistem pemotongan dimulai pada wilayah atau
tempat pemungutan zakat. Abdullah bin Mas’ud sebagai gubernur Irak mengurangkan
zakat karena pembayaran kepada pemerintah. Hal inibahkan diberitakan bahwa
praktik pemotongan pada wilayah pemungutanzakat dan penaksiran dasar zakat
telah ada sejak era Khalifah pertama, Abu Bakar al-Shiddiq.
Ketiga, sistem pengumpulan objek wajib zakat bagi
barang perdagangan, emas, perak dan aset perdagangan lainnya yang dilakukan
oleh pejabat publik dengan menginstal di jalan dan jembatan untuk mengumpulkan
zakat atas244aset perdagangan kaum muslim. Pejabat publik ini juga mengumpulkan
pajak pada perorangan dari janji dan iuran non-muslim asing pedagang pembawa
barang dagangan untuk dajual di negara muslim. Pejabat publik ini
jugabertanggung jawab untuk memverifikasi deklarasi penaksiran diri yang
disampaikan oleh pembayar(muzakki).
Pada masa Khalifah ketiga, Usman bin Affan, yang
karena kelimpahankekayaan di kalangan rakyat dankas pemerintah meningkat sangat
tinggi, sehingga Usman merasa bahwa negara mampu memenuhi kebutuhan zakat layak
masyarakat (mustahik)
tanpa harus mengumpulkan senua zakat. Usman
punmemutuskan untuk menyerahkan kepada individu wajib zakat sendiri menaksir
besar zakatnya dan mendist
ribusikannya sendiri secara layak bagian dari zakat
kepada kerabat, tetangga dan handaitaulan.Muzakki diizinkan untuk
mendistribusikan sendiri zakat jatuh tempo atas barang perdagangan, emas, perak, utang, perhiasan dan
sebagainya, yang biasanya tidak terlihat,baik bagi mustahik (orang miskin) maupun
petugas zakat. Keputusan Usman seperti itu, mungkin didorong oleh keinginannnya untuk
meminimalkan biaya pengumpulan, karena barang-barangitu termasuk sulit untuk
dideteksi, diperiksa dan diverifikasi.
2.3 MANAJEMEN ZAKAT PADA MASA SESUDAH KHULAFAH RASYIDIN
(MASA TABI’IN)
Keadaan
tidak kondusif yang memuncak akibat kerenggangan antara penduduk muslim dan
pemerintah setelah kerusuhaninternal dan krisis pada masa Usman berakhir, Said
bin Jubair mendapatkan pertanyaan dari publik, 245apakah zakat harus diberikan
kepada pemerintah seraya ada orang yang
mengajukan pertanyaan yang sama. Said menjawab, Allah yang mengeluarkan melalui
kamu.The rise of the four schools of jurisprudence gave the management of
zakata new dimension because it became more intrinsic to fiqh. The fews of these
schools can be summarized in the following:
1.
Manajemen zakat merupakanotoritas wilayah.Muzakki
membayar kepadapemerintah wilayah setempatdenganpemerintah wilayah setempat
mengoordinasikan seluas-luasnya.
2.
Negara harus memelihara rekening terpisah untuk zakat.
Zakat disimpan di Baitul Mal Khusus Zakat (Bait Mal of Zakat).
3.
.Pemerintah berhak mengumpulkanseluruhjenis barang
wajib zakat. Sementara itu, muzakkiharus menyerahkan zakat kepada pihak
berwenang. Hanbali memberitakan bahwa lebih baik bagi muzakkimendistribusikannya
sendiri khusus untuk zakathasil perdagangan, emas, perak dan barang
perdagangan; dan untuk selain itu, pemerintah yang mendistribusikannya,
sekaligus berkewajiban untuk memberikan pengamanan pada pelaksanaannya.
4.
Pemerintah yang meskipun gagal dalam mengatur
kewajiban zakat, namun tidak membebaskan individu dari kewajiban membayar
zakat. Orang yang memiliki hartacukup nisab diharuskan untuk menaksir sendiri
zakatnya dan mendistribusikannya sendiri sebagaimana dietapkan Allah.
5.
Belum ada asosiasi resmi atau badan hukum yang
menangani penulisan fikih klasik (mengenai zakat). Akibatnya tidak ada buku
referensi fikih klasik tentang organisasi dan pendistribusian zakat.
2.4 MANAJEMEN ZAKAT PADA BEBERAPA NEGARA
1. Pakistan
Referensi pertama organisasi zakat
berasal dari Konstitusi Pakistan tahun 1965 -yang membebankan negara agar
berupaya mengatur zakat. Pada tahun 1979 peraturan zakat dan ushrditetapkan
secara resmi.Fitur organisasi utama dalam peraturan tersebut digantidengan
peraturan zakat danushrpada tahun 1980. Sejak peraturan 1980 ditetapkan,
beberapa peraturan kecil dikenalkan, terutama yang menyangkut perubahan
prosedural.Peraturan-peraturan yang dirancang untuk administrasi zakat tersebut
diafiliasikan pada KementerianKeuangan. Ketentuan-ketentuan penting
dariperaturan-peraturandan perubahannya adalah
Pada bab pembukaan berbunyi, antara
lain peraturan yang dinyatakan dengan jelasmenjadi referensi kewajiban dan
ushrdalam syari’ah dan mengakui aturan pemerintahan dalam bidangpengumpulan dan
pendistribusiannya.
Barang objek wajib zakat dibagi ke dalam dua
kategori.Pertama, mencakup jenis barang objek wajib zakat yang dikumpulkan oleh
pemerintah, termasuk di dalamnya simpanan di Bank, Kantor Pos dan barang yang
serupa, seperti surat berharga, saham, obligasi, polis asurasni dan produk
peranian.Pada cakupan pertama ini, pemerintah tidak mengambil tindakan hukum
untuk mengumpulkan zakatatau untuk memeriksa nisabpemilik wajib zakat.
Kedua, mencakup hewan ternak, emas
dan perak, uang tunai, saham perdagangan dan jenis lainnya yang tidak 248S. emua
organisasi cabang pemerintah akan dicegah untuk menyebarluaskannya, baik untuk
tujuan berkaitan dengan zakat maupun tujuan lannya.i) Pelaksanaan pengumpulan
harta objek wajib zakat dimulai pada tahun fiskal 1980/1981, sedangkan
ushrdimulai tahun 1982/1983.
Fitur Penting ManajemenZakat di
PakistanLangkah pertama Pakistan dalam bidang manajemen zakat ialah
pemebentukan sebuah unit pengelolaan zakat dan
ushryang terdirikombinasi antara instansi pemerintah
dan relawan yang terpilih dan
dipilih. Adapun fitur-fitur utama dari manajemen itu
ialah:
Pemerintah pusat dan cabang propinsi
bersifat otonom, tetapi dengan berafiliasi pada Kementerian Pelayanan Keuangan.
PadaKemenetrian Pelayanan Keuangan ini dibentuk sebuah lembaga yang disebut
Dewan Zakat di pusat dan di propinsi. Setiap Dewan dipimpin oleh hakimdengan
anggota beberapa fukaha.
a. Kuwait
Undang-undang pendirian lembaga
pemerintah yang bertugas mengurusi pengelolaan zakat di Kuwait disahkan,
disetujui parlemen, dan diterbitkan sebagai undang-undang pendirian Bait
az-Zakat dengan nomor 5/82 tertanggal 21 Rabi’ul Awwal 1403 H atau bertepatan
pada tanggal 16 Januari 1982 M.
Bait az-Zakat memiliki Dewan Direksi
yang dipimpin langsung Menteri Waqaf dan Urusan Islam dengan anggota: wakil
Kementrian Waqaf dan Urusan Islam, wakil Kementrian Sosial dan Tenaga Kerja,
Direktur Utama Institusi Jaminan Sosial, kepala rumah tangga istana, enam warga
Kuwait yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidangnya yang tidak menjabat
di instansi pemerintah yang ditentukan oleh pemerintah melalui sidang kabinet
dengan masa jabatan 3 tahun dan bisa diperpanjang.
Bait az-Zakat Kuwait konsen dengan
perencanaan strategis sejak pendiriannya. Mereka meyakini pentingnya
perencanaan dalam mengantarkan lembaga pada sasaran-sasaran dan tujuan di masa
mendatang. Hal tersebut dilakukan dengan menempuh cara dan metodologi ilmiah,
serta kajian yang terencana. Aktivitas perencanaan di Baituz Zakat berkembang
sesuai dengan perkembangan manajemen dan cara kerja di dalamnya. Pada saat ini,
hal tersebut bertumpu pada para pegawai yang ahli dalam merumuskan strategi
dengan menggunakan panduan dan metodologi perencanaan strategis yang paling
mutakhir.
b. Yordania
Kerajaan Hasyimite Yordania mengambil
inisiatif untuk menetapkan undang-undang khusus pemungutan zakat pada tahun
1944 M. Yordania merupakan negara Islam pertama yang melahirkan undang-undang
semacam itu, yaitu UU yang mewajibkan pemungutan zakat di negara Kerajaan
Hasyimite Yordania.
Di tahun 1988 ditetapkanlah UU mengenai
lembaga amil zakat yang disebut dengan UU Sunduq az-Zakat tahun 1988.
Undang-undang ini memberikan kekuatan hukum kepada lembaga tersebut untuk
mengelola anggaran secara independen serta hak penuntutan di muka pengadilan.
Karenanya, Sunduq az-Zakat memiliki hak untuk mengeluarkan berbagai macam
aturan, juknis, dan juklak agar semakin efektif dalam melaksanakan kegiatan
penghimpunan zakat.
Sunduq zakat Yordania dalam
operasionalnya mendayagunakan kelompok kerja yang tersebar di seluruh Yordania.
Kelompok ini disebut Lajnah az-Zakat (Komisi Zakat). Tugas Lajnah az-Zakat di
antaranya: memantau kondisi kemiskinan dalam masyarakat, mendirikan
klinik-klinik kesehatan dan medical centre, mendirikan pusat pendidikan bagi
pengangguran, mendirikan proyek-proyek investasi, dan mendirikan pusat-pusat
garmen (home industri).
c. Mesir
Pemerintah Mesir memiliki undang-undang
yang berkaitan dengan zakat. Undang-undang No 48 tahun 1977 yang menyatakan
bahwa bank diwajibkan untuk memotongi zakat pada modal dan keuntungan pemegang
saham dan menetapkan dana otonom untuk zakat dalam bank. Undang-undang tidak
memberikan insentif pajak atau konsesi untuk para pembayar zakat Faisal Bank
atau lembaga pengumpul zakat lainnya.
Pembentukan Bank Sosial Nasir pada tahun
1971 adalah peristiwa penting yang menandai pengelolaan zakat di Mesir. Bank
yang sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah ini diberi tanggung jawab untuk
mempunyai proyek-proyek kesejahteraan sosial. Sejak pendiriannya Bank Nasir
telah mengambil langkah-langkah konkrit dalam mengorganisir pengumpulan dan
distribusi zakat di seluruh negeri. Bank mendirikan pusat direktorat zakat di
kantor pusatnya. Direktorat ini memiliki aksesibilitas untuk semua cabang bank.
Melalui kegiatan di berbagai wilayah negara, Direktorat ini telah mampu
membentuk dan mengafiliasi ribuan komite zakat lokal.
d. Malaysia
Di Malaysia, setiap negeri mempunyai
Majlis Agama Islam yang telah diberi kuasa oleh Pemerintah untuk mengurusi
masalah Islam, termasuk urusan wakaf dan zakat. Majlis Agama Islam terdapat di
13 negeri (yaitu Selangor, Johor, Perak, Terengganu, Pilau Pinang, Kelantan,
Pahang, Negeri Sembilan, Kedah, Melaka, Serawak, Sabah, dan Perlis) dan di 1
Wilayah Persekutuan (yaitu, Kuala Lumpur, Labuan, dan Putrajaya) yang
dikoordinasikan oleh Kantor Perdana Menteri yang membawahi direktorat Kemajuan
Islam dan memainkan peranan utamanya untuk nasional, serta mewakili Malaysia
untuk tingkat internasional dalam urusan agama.
Di bawah Majlis Agama Islam terdapat
organisasi atau kantor yang bertanggung jawab untuk zakat dan wakaf. Salah
satunya adalah Pusat Pungutan Zakat (PPZ). PPZ ini pertama kali beroperasi pada
1 Januari 1991. Manajemen PPZ berada di bawah perusahaan Hartasuci Sdn. Bhd.,
yang bertanggung jawab akan manajemen PPZ di hadapan Majlis Agama Islam. Antara
Hartasuci dan Majlis Agama Islam terdapat ikatan kontrak perjanjian, yaitu
memberi kuasa untuk manajemen PPZ dan sekaligus menjadi amil zakat. Kontrak
tersebut meliputi beberapa hal seperti tugas Hartasuci dan peraturan-peraturan
yang harus diikuti oleh Hartasuci sebagai pihak yang menjalankan manajemen PPZ
dan amil zakat.
Fungsi utama PPZ ialah mencari muzakki
baru, menjaga kontinuitas pembayarannya, memberi penerangan seputar zakat,
menghimpun zakat, mengeluarkan resi zakat kepada pembayar, membuat laporan
harian, bulanan, dan tahunan, membina loketloket baru dan saluran-saluran baru
untuk pembayaran zakat agar lebih memudahkan pembayar zakat, dan menambah aset
PPZ dari lebihan upah amil setelah ditolak semua perbelanjaan.
Pendistribusian zakat di Wilayah
Persekutuan sebagai contoh, melalui program-program bantuan langsung untuk
Fakir dan Miskin semisal bantuan makanan, bantuan keuangan, bantuan medis,
sekolah, seragam sekolah, kontrak rumah, bencana alam, pernikahan dan usaha. Bantuan
tidak langsung dapat berbentuk pemberian manfaat tidak langsung, seperti
Institut Kemahiran Baitulmal (IKB) yang giat melakukan pembinaan, pelayanan
pelatihan keterampilan untuk fakir miskin. Sedangkan Komplek Kebajikan Darus
Sa’adah merupakan tempat perlindungan dan pendidikan bagi mu’allaf, janda, dan
fakir miskin. Institut Profesional Baitulmal (IPB) juga memberikan pendidikan
profesional setingkat perguruan tinggi kepada anak-anak fakir miskin, di
samping hotel dan rumah sakit yang mereka miliki.[1]
e. Indonesia
Secara prinsipil pengelolaan zakat dapat
dilakukan oleh individu maupun pemerintah. Namun mayoritas ulama sepakat bahwa
sebaiknya pengelolaan dana masyarakat ini dilakukan dan diatur oleh pemerintah.
Dalam prakteknya di Indonesia, perkembangan pengelolaan zakat sangat
dipengaruhi oleh pemerintah yang berkuasa serta kondisi sosial-ekonomi
masyarakat pada masing-masing periode pemerintahan tersebut.Berikut milestones
perkembangan zakat di Indonesia.
Pertama, era pemerintahan Kolonial
(Sebelum 1945). Di era kolonial Belanda, pengelolaan zakat yang secara
individual cenderung dihalangi oleh pemerintah kolonial tersebut karena diduga
dana zakat digunakan untuk membiayai perjuangan melawan Pemerintah Belanda.
Kedua, era pemerintahan Orde Lama
(1945-1967). Sementara pada awal masa kemerdekaan Indonesia, pemerintah belum
terlalu memperhatikan pengelolaan zakat dan sibuk dalam upaya mempertahankan
kemerdekaaan Indonesia. Pada masa ini, pengelolaan zakat lebih banyak dikelola
oleh individu masyarakat Muslim.
Ketiga, era pemerintahan Orde Baru
(1968-1998). Di era pemerintahan orde baru, pengelolaan zakat mulai mendapatkan
perhatian pemerintah namun tidak sampai ke level undang-undang formal.
Implikasinya, berbagai lembaga amil zakat indipenden dan non-pemerintah
bermunculan. Pada periode ini pula, seiring dengan kemajuan perekonomian,
kesadaran masyarakat untuk membayar zakat mulai meningkat.
Keempat, era pemerintahan Transisi
(1999-2000). Sementara pada pemerintahan Presiden BJ. Habibie, terjadi kemajuan
yang cukup baik dengan lahir dan disahkannya UU Pengelolaan Zakat No.38/1999.
Dengan terbitnya UU ini, maka menjadi cambuk bagi pemerintah daerah untuk lebih
memperhatikan bagi pengelolaan zakat dan bahkan bermunculan Peraturan Daerah
(perda) zakat di berbagai pelosok Nusantara (institusional step).
Kelima, era pemerintahan Reformasi
(2001-sekarang). Era berikutnya adalah era reformasi (saat ini), dimana
pengelolaan zakat di tanah air ditandai dengan penguatan institusi zakat
nasional, sebagaimana tercermin dalam perkembangan wacana amandemen (revisi) UU
Pengelolaan Zakat No.38/1999 yang hingga saat ini belum dapat terlaksana serta
sinergi yang dilakukan oleh berbagai Gerakan Zakat Nasional.[2]
[1] Faisal, “Sejarah
Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim dan
Indonesia: Jurnal Manajemen Zakat”. Vol. 10 No. 2, 2011, 246-256.
[2] Amiruddin K, “Model-Model
Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim: Jurnal Manajemen Zakat”. Vol. 3 No. 1,
2015, 154-155.
DAFTAR
PUSTAKA
M
Nasri Hammang Najed, Ekonomi Islam; zakat
dalam ajaran kesejahteraandan keselamatan umat (Pareparee:
Lbh press, 2013).
BI,
Pengelolaan Zakat yang Efektif
Jakarta Departemen Ekonomi &Keuangan Syariah, 2016.
Amiruddin K. 2015. Model-Model
Pengelolaan Zakat di Dunia Muslim. Jurnal Manajemen Zakat. 3(1): 154-155
Faisal. 2011. Sejarah Pengelolaan
Zakat di Dunia Muslim dan Indonesia.
Jurnal Manajemen Zakat. 10(2): 246-256
0 Response to "Sejarah dan Perkembangan Manajemen Zakat"
Post a comment